Memperingati Hari Puisi Nasional, Inilah 7 Penyair Indonesia dengan Karyanya

Memperingati Hari Puisi Nasional, Inilah 7 Penyair Indonesia dengan Karyanya

Memperingati Hari Puisi Nasional tanggal 28 April, bertepatan dengan tanggal wafatnya sang penyair, Chairil Anwar-Ilustrasi-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April, bertepatan dengan hari wafatnya sang penyair legendaris Indonesia, Chairil Anwar. Peringatan ini juga sebagai bentuk apresiasi terkait peran Chairil Anwar dalam perkembangan sastra Indonesia. 

 

Menurut sastrawan Indonesia, H.B. Jassin, puisi adalah suatu karya sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan terhadap suatu hal atau kejadian tertentu. Sebuah rangkaian kata dalam puisi ditulis oleh penyair. Sajak Indonesia modern pertama berjudul “Tanah Air” karya Mohammad Yamin yang dimuat di Jong Sumatra No.4, Tahun III, April 1920.

 

Seiring berjalannya waktu, penyair pun semakin bertambah dan karya puisi semakin dikenal masyarakat. Salah satunya Chairil Anwar, penyair yang lahir pada 22 Juli 1922. Puisi pertama yang ia tulis pada Oktober 1942 berjudul “Nisan”. Dan ia telah melahirkan 96 karya dan 70 puisi semasa hidupnya. Kemudian pada 28 April 1949, Chairil Anwar meninggal dunia dan tanggal wafatnya tersebut diperingati sebagai Hari Puisi Nasional.  

BACA JUGA:Efek Karambol Kapitalisme Dunia Kesehatan dan Pendidikan

BACA JUGA:Urgensi Dokter Spesialis Kelautan Berbasis Kompetensi dan Kemanusiaan

 

Adapun 7 penyair Indonesia yang populer dengan karya-karyanya, berikut daftarnya.

 

  1. Chairil Anwar
    Ilustrasi Chairil Anwar--

Chairil Anwar atau yang dijuluki sebagai Si Binatang Jalang adalah penyair fenomenal. Karyanya yang populer berjudul “Aku”, “Sajak Putih”, “Cintaku Jauh di Pulau”, dan “Derai-derai Cemara” membuat namanya lebih dikenal masyarakat. “Aku ini binatang jalang, Dari kumpulannya terbuang” menjadi sepenggal puisi yang melekat pada dirinya.

 BACA JUGA:Geliat Bangun Kota Reog: Sunarto, Jenderal UMKM Ponorogo (13)

  1. Sapardi Djoko Damono
    Ilustrasi Sapardi Djoko Damono--

Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono adalah seorang penyair legendaris Indonesia. Ia lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940. Sejak masih muda, ia terus menulis karya puisi dan sastra lainnya untuk dikirim ke berbagai majalah. Sapardi juga merupakan lulusan Fakultas Sastra di Universitas Gadjah Mada dan menyelesaikan gelar doktornya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Karya puisi yang membawanya terkenal yakni “Yang Fana Adalah Waktu”, “Aku Ingin”, “Hujan Bulan Juni” dan “Pada Suatu Hari Nanti”. “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan, “ merupakan sepenggal puisi romantis yang ia tulis dengan judul “Aku Ingin”. 

 BACA JUGA:Brawijaya Awards, "Panggung" Untuk Babinsa 

  1. Sitor Situmorang
    Ilustrasi Sitor Situmorang--

Sitor Situmorang adalah penyair asal Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Ia lahir pada tanggal 2 Oktober 1923. Selain menulis puisi, ia juga menjadi wartawan Indonesia. Dalam perjalanan hidupnya, Sitor sempat megisi posisi sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Dan di tahun 1981, ia diangkat menjadi dosen di Universitas Leiden, Belanda. Karya puisinya yang terkenal yakni “Surat Kertas Hijau”, “Chatedrale De Chartes”, "Dia dan Aku" dan “Perhitungan”. “Mari, dik, dekatkan hatimu pada api ini. Tapi jangan sampai terbakar sekali, “ menjadi rangkaian kata dalam puisinya yang berjudul “Dia dan Aku”. 

 

BACA JUGA:Meskipun Ditarik dari Taiwan, BPOM RI Tegaskan Indomie Yang Beredar Aman Dikonsumsi

 

  1. W.S Rendra
    Ilustrasi W.S Rendra--

Willibrordus Surendra Broto Rendra atau W.S Rendra adalah penyair yang lahir pada 7 November 1935. Hampir sama dengan Sapardi, ia juga menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada. Ia adalah tokoh puisi yang dijuluki Burung Merak sejak karya puisi pertamanya dipublikasikan di Majalah Siasat Tahun 1952. Karya puisi yang membawanya terkenal adalah “Permintaan”, “Kangen”, “Sajak Ibunda”, dan “Sajak Anak Muda”. “Wahai, rembulan yang bundar. Jenguklah jendela kekasihku! “ sepenggal puisi yang ia tulis berjudul “Permintaan”. 

 

BACA JUGA:Surabaya Tourism Award 2023: Lima Makanan Terenak Se-Kecamatan Jambangan 

  1. Sutradji Calzoum Bachri
    Ilustrasi Sutardjo Calzoum Bachri--

Sutardji Calzoum Bachri atau yang dijuluki sebagai Presiden Penyair Indonesia lahir pada tanggal 24 Juni 1941. Ia juga memiliki gelar Datuk Seri Pujangga Utama. Awal karirnya dalam menulis puisi dimulai di beberapa majalah yang terbit di Bandung, seperti majalah Horison. Karya puisi yang membawanya dikenal masyarakat yakni “Hilang (Ketemu)”, “Amuk”, “Perjalanan Kubur”, dan “Tanah Air Mata”. “Disinilah kami berdiri, menyanyikan airmata kami, “ kalimat yang ia rangkai dalam puisinya yang berjudul “Tanah Air Mata”. 

 

  1. Taufiq Ismail
    Ilustrasi Taufiq Ismail--

Taufiq Ismail adalah seorang penyair yang memiliki gelar Datuk Panji Alam Khalifatullah. Ia berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat dan lahir pada 25 Juni 1935. Ia tumbuh di keluarga yang memiliki latar belakang Ulama, Guru dan Sastrawan. Karya puisinya yang banyak dikenal masyarakat yakni “Kembalikan Indonesia Padaku”,  “Dengan Puisi Aku”, “Doa” dan “Takut 66, Takut 98”. “Dengan puisi aku bernyanyi, Sampai senja umurku nanti, “ menjadi sepenggal puisi yang ia tulis pada tahun 1966.

 

BACA JUGA:Kopasgat Kawal WNI Pulang, 110 Orang Lagi Diselamatkan dari Konflik Sudan

 

  1. Wiji Thukul
    Ilustrasi Wiji Thukul--

Dan yang terakhir, ada Wiji Thukul atau Widji Widodo. Seorang penyair yang lahir pada 26 Agustus 1963. Ia juga merupakan seorang aktivis hak asasi manusia. Ia sempat bersekolah di Sekolah Menengah Karawitan Jurusan Tari, namun tidak tamat karena ia harus bekerja untuk adik-adiknya dapat bersekolah. Ia pun bergabung pada kelompok Teater Jagalan Tengah (Jagat) dan memulai karir dengan mengamen puisi diiringi musik. Karya puisinya yang terkenal yakni “Peringatan” (1986), “Puisi Sikap” (1997), dan “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”. “Apa guna punya ilmu, kalau hanya untuk mengibuli, “ menjadi sepenggal puisi yang cukup fenomenal hingga saat ini.   

BACA JUGA:Pendatang Surabaya Tembus 297 Ribu Orang

Itulah ketujuh penyair legendaris Indonesia yang mampu membawa karyanya dikenal oleh masyarakat. Diharapkan pada peringatan Hari Puisi Nasional ini, generasi muda mampu memahami serta memaknai karya puisi dan menjadi generasi penerus para penyair Indonesia.(Jessica Laurent)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: