Geliat Bangun Kota Reog: UMKM Naik Kelas di Monumen Peradaban (16)

Geliat Bangun Kota Reog: UMKM Naik Kelas di Monumen Peradaban (16)

Sentra oleh-oleh Khas Ponorogo di Jalan MT Haryono menjual berbagai macam pernak pernik Reog Ponorogo.-Boy Slamet/Harian Disway-

Proyek Mercusuar adalah istilah yang dipakai era Presiden Soekarno yang fotonya terpampang jumbo di berbagai sudut pendapa. Kala itu sang Proklamator membangun berbagai monumen dan gedung tinggi di Jakarta.  Monumen Nasional (Monas) dibangun 1959 dan Gelanggang Olahraga Senayan dibangun setahun setelahnya. 

Nah, Ponorogo belum punya mercusuar sendiri. Ketika monumen reog sudah terbangun, potensi Ponorogo bisa lebih muda berkembang. Termasuk UMKM. “Setiap produk UMKM terbaik di kecamatan bisa didapat di sini (Monumen Peradaban Reog Ponorogo, Red),” jelas Kang Giri.

Orang yang ingin Durian Kanjeng dari Ngebel bisa menikmatinya di Sampung. Aneka sate dan pecel khas Ponorogo juga bisa dijumpai di sana. “Kita juga punya potensi kopi luar biasa. Nanti kami bikinkan cafe yang kekinian. Aku mbayangno eknomine (membayangkan ekonominya, Red) bakal meledak,” terang politisi PDIP itu.

Perajin topeng dan suvenir khas Ponorogo yang saat ini kesulitan menjual produknya bisa punya tempat yang lebih pas. Tidak lagi berjuang secara sporadis.

BACA JUGA:Geliat Bangun Kota Reog: Malioboro van Ponorogo (11)

BACA JUGA:Geliat Bangun Kota Reog: PR Tumbuhkan Mindset Wisata (10)

Penulis mendatangi salah satu toko souvenir Ponorogo di Jalan MT Haryono. Topeng Ganong yang biasa dipakai di Pertunjukan Reog cuma dijual Rp 60 ribu. Harga yang terlalu murah untuk bingkisan Reog yang melegenda. Jika dikemas lebih baik, harganya bisa naik lima kali lipat.

Nah, Kang Giri sedang menyiapkan ekosistem itu. Warga Ponorogo perlu punya mental pariwisata. Pelatihan dilakukan di seluruh desa lewat program Circle P. Produk yang sudah ada dikembangkan agar punya nilai tambah. “Ketika monumennya sudah jadi, ekosistemnya sudah terbentuk. Jangan sampai sebaliknya. Patung reog sudah megah, kita enggak ngerti harus ngapain,” lanjut bupati yang masa jabatannya hanya 3,5 tahun gara-gara pemilu serentak 2024 itu.

Sugiri juga punya istilah sendiri soal monumen peradaban tersebut. Bangunan ikoniknya bakal jadi “kipas angin” yang bakal dirasakan kabupaten tetangga. Tanpa “kipas angin”, ruang ekonomi di sekitar Ponorogo akan “pengap”. “Ketika baling-balingnya muter, efeknya bisa sampai ke luar Ponorogo,” jelas bupati kelahiran 26 Februari 1971 itu.


Jalan beton di Desa Tulung, Kecamatan Sampung yang membelah hutan jati sudah mulus. Jalur ini menjadi salahs atu akses ke Monumen Peradaban Reog Ponorogo.-Boy Slamet/Harian Disway-

Karena itulah Pemkab Ponorogo juga membangun relasi dengan Pemprov Jatim serta Pemkab Madiun, Trenggalek, Magetan, Tulungagung, Wonogiri, hingga Pacitan. Jalan penghubung kabupaten dipermulus. “Madiun siap membangun akses yang bagus ke Ponorogo, kita juga perbaiki jalan ke Madiun. Begitu pula dengan Magetan, Trenggalek, atau Pacitan,” lanjut Kang Giri. 

Dengan kolaborasi itu, wisatawan dari arah Surabaya yang hendak ke wisata Pantai Selatan Trenggalek dan Pacitan bisa mampir ke Ponorogo. Begitu pula yang mau mampir ke Telaga Sarangan dan Gerogan Sewu di barat Ponorogo.

Kalau ditarik lebih jauh, imbasnya bakal terasa hingga ke Malang Raya. Kalau sedang hari libur atau akhir pekan, paling tidak macet di Malang bisa berkurang. Dipecah ke Ponorogo. (Salman Muhiddin)

 

Terpikir Bikin BUMD Pariwisata, baca besok…(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: