Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober 1965: ”Saya Dicino-cinokan" (9)

Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober 1965: ”Saya Dicino-cinokan

Soe Tjen Marching memegang sekuntum bunga sepatu di rumahnya, di Jalan Putro Agung, Surabaya. Rumah yang menjadi saksi perjalanan hidupnya. -Elvina Thalita Alawiyah-

Itulah kenangan buruk yang pernah diterimanya ketika muda. Di halaman depan kediamannya di Jalan Putro Agung, Surabaya, dia bercerita dengan penuh amarah. "Betapa saya di Indonesia ini hanya karena warna kulit berbeda, saya dicino-cinokan. Mengapa mereka begitu rasis?," tanya aktivis kelahiran Surabaya pada 1971 itu.

"Belum lagi hinaan yang saya terima sebelumnya. Dikatai keturunan PKI, pendosa, anti-Tuhan dan lain-lain. Sampai saya jenuh dengan fitnahan-fitnahan itu. Betapa mereka tak pernah menghargai orang," tukasnya.

Sebelum mengurus surat kelakuan baik itu, Soe Tjen pernah juga mendapatkan pengalaman buruk serupa. Saat mengurus KTP. Diperlakukan kurang baik di kantor kelurahan. Dipandang sinis dan saat memberi uang pelicin.

Soe Tjen mendengar perkataan yang membuat telinganya merah. "Eh, China kok ngasih cuma segini? Orang Cina itu kaya! Enggak seharusnya ngasih uang sedikit begini!" Reaksi Soe Tjen sederhana; spontan beranjak dari tempat duduknya. 

Kenangan rasis itu benar-benar membuatnya sakit hati. "Apakah mereka kira semua China kaya? Saya China, bukan dari keluarga kaya. Dia tak pernah tahu kalau saya pernah hidup susah. Sehari-hari dianggap pendosa hanya karena papa saya pernah dipenjara!," serunya.

Telunjuknya mengarah ke samping. "Dulu, saat saya kecil, tinggal di Darmo Kali di sebuah rumah kecil dan sempit!..." Soe Tjen tak meneruskan seruannya. Tubuhnya bergetar.

Setelah itu melanjutkan, "Saya pernah merasakan tidur di satu kamar berdesak-desakan dengan tiga kakak saya. Jangan anggap dari dulu sampai sekarang saya hidup enak!"
Saat diwawancarai oleh Aljazeera TV di kediamannya di Inggris lantaran Soe Tjen Marching dikenal sebagai aktivis. -Soe Tjen Marching-

Masa-masa itu membuat Soe Tjen menjadi pribadi kuat. Di kemudian hari, dia berpetualang mencari narasumber korban tuduhan Gerakan 1 Oktober 1965. Bersama mereka, Soe Tjen menginap di rumah mereka yang sederhana tanpa kasur dan makan seadanya. Bagi dia itu hal biasa. Pernah dialaminya.

Hanya satu, perlakuan rasis yang diterimanya sejak kecil itu tak bisa hilang dari benaknya. Itu membuatnya geram dengan lingkungan tempat tinggalnya. 

Itulah tak heran jika sejak muda, Soe Tjen bermimpi ingin meninggalkan Indonesia dan hidup di luar negeri. Karena di negerinya sendiri yang harusnya dia cintai sepenuh hati malah memberinya luka. (Heti Palestina Y-Guruh Dimas Nugraha)

BACA SELANJUTNYA:Soe Tjen Marching dan Fakta Gerakan 1 Oktober 1965: Benarkah Kudeta Gagal? (Seri 10)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: