Tiap Juri Akademisi Lomba Babinsa Inspiratif Brawijaya Awards Punya Jagoan

Tiap Juri Akademisi Lomba Babinsa Inspiratif Brawijaya Awards Punya Jagoan

SERKA Agus Santoso, babinsa Desa Kertosono, Koramil Kertosono, Ngajuk, menjadikan sepak bola sebagai pemersatu pemuda desa. Sebelum dipersatukan dengan sepak bola, pemuda antardesa sering terlibat perkelahian.-Elvina Talitha Alawiyah-

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Penjurian on the spot sudah dituntaskan empat tim juri dengan wilayah yang berbeda. Meski demikian, masih ada finalis Babinsa Inspiratif Brawijaya Awards yang belum dijuri. Tinggal dua babinsa di Jember dan Pasuruan yang menjadi wilayah tim juri 3, wilayah tapal kuda.

Taufiqur Rahman, ketua tim juri 3, menargetkan hari ini, Senin, 22 Mei 2023, dua babinsa tersebut tuntas dinilai. Jadwal penjurian sebelumnya di Kodim Jember bertepatan dengan tanggal merah, Hari Kenaikan Isa Al Masih. ”Padahal, pengabdian Sertu Uyun Salrofi’u adalah mengajar di kelas. Tentu kami harus menunggu jadwal siswa masuk sekolah,” terang Taufiq.

Berhenti penjurian di Jember saat itu bukan pilihan tepat. Pasalnya, rute sudah diatur dan penjurian sudah dijadwalkan. ”Solusinya adalah mendatangi kembali seperjalanan pulang,” papar Taufik.

Sementara itu, untuk Kopda Budi Rinarto dari Kodim Pasuruan, saat penjurian, yang bersangkutan sedang punya keperluan yang tidak bisa ditunda. ”Kalau babinsa Budi yang menawarkan program penanaman durian dengan sistem biopori ini menyatakan siap kapan saja didatangi. Akhirnya, kami atur ulang juga seperjalanan pulang ke Surabaya,” ungkap Taufiq.

Sementara itu, empat juri dari akademisi Universitas Airlangga juga sudah mengumpulkan sejumlah catatan penilaian setiap babinsa. Keempatnya memberikan poin-poin terkait dengan inovasi, dampak, intensitas, kontinuitas, dan orisinalitas program para babinsa.


TIM juri 1 mendatangi kelurahan binaan Sertu Lukman Setiawan dari Koramil Sawahan, Kodim Surabaya Selatan. Lukman mengajak pemuda di kawasan eks lokalisasi Jarak dan Dolly untuk main tenis meja.-Boy Slamet-

Empat juri akademisi tersebut adalah Probo Darono Yakti di tim 1, Pudjio Santoso di tim 2, Yusuf Ernawan di tim 3, dan Gitadi Tegas Supramudyo di tim 4.

Keempatnya mengungkapkan sudah punya jagoan masing-masing. Mereka akan bersaksi dan saling mempertahankan jagoannya dalam sidang pleno tim redaksi. Akan dipertemukan ketua tim dan juri akademisi untuk memutuskan siapa yang menjadi yang ”ter” dari setiap kategori.


KETUA Tim 4 Michael Fredy Yacob sempat menikmati lokasi wisata di Sumenep sebelum pulang ke Surabaya. Salah satunya Keraton Sumenep.-Sahirol Layeli-

Ada sepuluh kategori yang dilombakan. Yaitu, kerukunan antarumat beragama, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pemberdayaan pemuda, pelestarian budaya, peduli pendidikan, peduli lingkungan, olahraga, ketahanan pangan, aksi sosial, dan kesehatan.


PEMANDANGAN matahari terbit di kawasan Bangsring, Banyuwangi, yang dinikmati tim juri 3 sebelum melakukan penjurian on the spot.-Taufiqur Rahman-

Probo, Pudjio, Yusuf, maupun Gitadi mengatakan, selama penjurian, banyak hal menarik dari program yang dijalankan para babinsa. ”Beberapa program memang sangat menarik untuk dicermati. Ada sisi unik juga dalam pemilihan materi program,” ungkap Probo.

Pudjio mengatakan, dalam beberapa program, finalis babinsa harus melakukan pembenahan agar menjadi lebih baik. ”Saran positif selalu kami berikan saat penjurian. Kami ingin program-program yang sudah baik itu menjadi lebih baik dan lebih baik lagi,” tuturnya.

Harapannya, program itu berdampak makin besar atau luas. ”Makin banyak masyarakat yang terpapar kebaikan ini, tentu akan makin baik,” terangnya.

Sementara itu, Yusuf yang berada di tim wilayah tapal kuda menyaksikan keragaman budaya dan adat. Sebab, wilayah penjuriannya mencakup daerah dengan multietnis. Ada Jawa, Madura, Tengger, sampai Bali. ”Mungkin wilayah saya yang paling lengkap perpaduan antarentis dan budayanya. Kendati medan lapangan kami lebih ekstrem, saya sendiri puas bisa bergabung di tim 3,” tegas Yusuf yang mendatangi Lapas Banyuwangi untuk keperluan akademisinya di sela-sela penjurian.

Hal yang sama dirasakan Gitadi. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga itu bersama tim 1 menjelajahi pantai utara Jawa. Dari Tuban hingga Sumenep. Di kota bekas Kerajaan Songenep tersebut, Gunadi dan tim sempat menikmati sejumlah lokasi wisata. Terlebih, tugas penjurian di kota itu sudah selesai saat siang. ”Waktu masih longgar dan cukup untuk melepas penat setelah empat hari berpindah antarkota,” ujar Gitadi. (*)

 

Sumber: