Pupuk Mahal, Putar Akal Cari Solusi
Sertu Ahmad Abduh, Babinsa Koramil Gedeg, Kodim Mojokerto dengan pupuk organik buatannya.-Boy Slamet-
SURABAYA, HARIAN DISWAY, Pertanian sebagai benteng ketahanan pangan sering terkendala pupuk. Pupuk subsidi yang jumlahnya semakin berkurang dan adanya oknum jahat memanfaatkan subsidi tersebut. Sedang pupuk nonsubsidi harganya sering tidak terjangkau petani. Putar akal mencari alternative adalah solusinya.
Ini juga yang dilakukan babinsa di kodim jajaran Kodam V/Brawijaya kategori ketahanan pangan. Mereka adalah Sertu Ahmad Abduh dari Kodim Mojokerto, Sertu Lamsir dari Kodim Bojonegoro, Serka Rohmadi dari Kodim Situbondo,Sertu Widi Hidayat dari Kodim Banyuwangi, dan Serma Duladi dari Kodim Lamongan.
Salah satunya dilakukan di Desa Klampok, Kabupaten Bojonegoro. Lahan pertanian di desa ini sebenarnya tidak sesuai standar untuk bercocok tanam. Tak heran, dahulu hasil panen di desa tersebut terbilang sangat rendah.
Sertu lamsir, babinsa Kodim Bojonegoro menunjukkan persediaan pupuk organik untuk petani binaannya.- Moch Sahirol Layeli-
Luas Desa Klampok sebesar 51 hektare dan 36 hektare di antaranya adalah ladang pertanian. Kondisi itulah yang membuat Sertu Lamsir, bintara pembina desa (Babinsa) mencoba membuat pupuk organik.
Bahan dasarnya dari lingkungan sekitar. Dari air bekas pencucian beras dan kotoran hewan. Semua itu dibuat lalu diberikan secara gratis kepada masyarakat.
"Masyarakat awalnya susah percaya. Jadi, awalnya, pupuk organik yang saya buat, uji cobanya di lahan pak kepala desa. Alhamdulillah berhasil. Jadi petani sekarang mulai paham," kata Sertu Lamsir.
Hasilnya cukup memuaskan dan para petani mulai tertarik menggunakan pupuk buatan Lamsir.
Membuat inovasi pupuk organic juga dilakukan petani di Desa Beratwetan, Kecamatan Gedeg, Mojokerto. Pupuk itu dibuat dari tiga butir telur ke dalam sebuah wadah, ditambah micin atau MSG sebanyak 3 sendok makan dan campuran air sebanyak 14 liter.
"Harus air sumur atau air kolam yang bebas kaporit. Lalu dikocok sampai benar-benar menyatu," ujarnya. Ia lantas mengocok adonan itu dan mendiamkannya. Proses pendiaman yang berguna untuk fermentasi itu berlangsung selama 20 hari.
Inovasi bidang pertanian itulah yang membawa manfaat untuk petani setempat. Awalnya, para petani kesulitan dengan masalah kualitas tanah serta mahalnya harga pupuk urea. "Di sekitar sini kan banyak pabrik. Limbahnya mempengaruhi kualitas tanah kami. Tapi dengan adanya pupuk organik ini, bisa menetralkan kadar PH tanah," ujar Hari Setiawan, salah satu petani.
Sertu Abduh juga mempraktikkan pembuatan pupuk dengan kandungan nitrogen pengganti urea. Bahannya didapatkan dari hama sawah, yakni keong mas. Hama itu ditumbuk lalu diberi cairan prebiotik yang dibuat dari air cucian beras dan tetes tebu. Kandungan air prebiotik itu memiliki 2.800 bakteri baik yang mampu melakukan proses penguraian.
Lantas ia membuat pupuk dengan kandungan unsur K atau Kalium dari buah pisang, dan unsur P atau Pospat dari bonggol pisang. Caranya sama dengan proses pembuatan pupuk unsur N. Di depan tim juri Harian Disway, ia menunjukkan tahapan-tahapan pemberian pupuk pada tanaman padi.
Penggunaan pupuk organik malah sudah dilakukan dalam skala besar oleh Kelompok Tani Banyu Urip di Desa Watukebo, Banyuwangi, Malah bisa terbilang poktan raksasa. Dengan anggota 200 orang lebih petani dan skala hampar hingga 445 hektare. Hingga terpilih sebagai poktan penerima bantuan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) dari Kementerian Pertanian 2012.
Paket lengkap UPPO pun mendarat di rumah Mohammad Sayidi, ketua Poktan. Berupa 10 ekor sapi, 1 unit rumah kompos, 1 unit kandang komunal lengkap dengan alat-alat pemroses pupuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: