Penjurian Lapangan Brawijaya Awards (2): Pak Boy, Anggota Tim Paling Tua Tapi Paling Usil
Ketua tim 1, Guruh Dimas Nugraha (bertopi) sedang menggali informasi terkait kegiatan babinsa finalis.-Boy Slamet-
Menjadi pranata cara rupanya menunjang tugasnya sebagai Babinsa. Ia kerap menyampaikan pada publik tentang kerukunan, persatuan, serta permasalahan-permasalahan dalam masyarakat. Stunting, misalnya. Ia kerap mengimbau pentingnya pencegahan stunting saat bertugas sebagai MC Jawa.
Pelda Sigit pun juga pandai mendalang. Bakatnya diwarisi dari ayahnya, Ki Suyoso Darsono. Namun ia tak pernah berpentas sebagai dalang. Sebab menurutnya, ada mitos dalam masyarakat, bahwa dalang yang ada di timur Lawu, tak akan bisa terkenal.
Keyakinan yang membuat warga enggan "menanggap" dalang dari area Magetan. Padahal, kemampuan mendalang Pelda Sigit sangat bagus. Dalam budaya Jawa, ia memegang teguh prinsip ajur ajer. Yakni kemampuan untuk melebur atau bersosialisasi dengan siapa pun. Sesuai tugasnya sebagai Babinsa.
Isterinya, Dwi Ayu Endah Puryati merupakan seorang bidan. Dua suami-isteri dengan profesi yang tergolong dekat dengan masyarakat. Setelah saya dan dosen Probo mewawancarai keduanya, giliran Pak Boy dan Azka mendokumentasikan.
"Nuwun sewu, kulo nyuwun foto sareng ibu (permisi, saya minta berfoto bersama ibu)," kata Pak Boy. Tentu permintaan itu ditanggapi dengan tawa. Seolah-olah Pak Boy ingin berfoto bersama isteri Pelda Sigit. Padahal maksudnya: nuwun sewu, kulo nyuwun Pak Sigit foto sareng ibu (permisi, saya minta Pak Sigit berfoto bersama ibu).
Pelda Sigit mengenakan beskap Jawa. Lalu menyematkan blangkon di kepalanya. Beberapa pose diambil, termasuk bersama wayang kulit. Terlihat gagah dan mriyayeni ketika beliau mengenakan pakaian tersebut.
Setelah dari rumah Pelda Sigit, kami menuju Ngawi. Ke sebuah sanggar ternama: Bodromoyo. (*)
Pindah Kota, Tetap Kesenian Jawa. Baca Edisi besok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: