Kisah Hidup Huang Che Ming

Kisah Hidup Huang Che Ming

Ilustrasi Aisah dan Haang Che Ming--

Hari-hari Huang di Karawang tetap dirawat Aisah. Ternyata suami Aisah juga ikut membantu merawat Huang. ”Suami saya kadang memandikan, memakaikan pakaian, nyuapin, kalau saya lagi repot,” ujar Aisah.

Huang juga kerasan di Karawang. Asal dekat dengan Aisah, Huang kelihatan gembira. Kata Aisah, Huang bukan anak yang merepotkan. Selain segala keterbatasan bawaan itu.

Bulan demi bulan, Aisah dapat transferan biaya hidup Huang dari Laopan. Rutin. Sampai akhirnya, Agustus 2021, Laopan meninggal. Tak ada lagi transferan. Nomor HP kakak Huang juga tak bisa dihubungi. Apalagi ibunda Huang, malah cuek sejak Aisah awal bekerja di Taiwan.

Aisah: ”Kira-kira sebulan sebelum bos meninggal, ia kirim surat wasiat ke saya, isinya menyatakan, Huang supaya dirawat saya selamanya. Waktu itu bos sudah sakit parah. Kayaknya, bos sudah punya firasat hidupnya.”

Setelah transferan rutin putus, Aisah dan suami ikhlas merawat Huang. Aisyah dan suami buka warung kelontong di rumah mereka.

Aisah sudah punya anak lagi, kini usia 3,5 tahun. ”Dua anak saya itu (kelas III SMA dan kelas III SMP) sayang banget sama Huang. Anak-anak saya panggil Aa ke Huang. Terutama anak bontot, sayang banget sama Huang.”

Kondisi Huang bersama keluarga Aisah itu diamati cukup lama oleh tim dari imigrasi. Sudah empat tahun Huang tinggal di rumah sederhana Aisah itu. Menyatu sebagai keluarga.

Repotnya, pekan lalu muncul pernyataan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO). Taiwan adalah bagian dari China, disebut One China (China Daratan, Hong Kong, Taiwan). Tapi, urusan Indonesia dengan Taiwan ditangani TETO.

TETO mengumumkan, Huang Che Ming warga negara Taiwan. Dan, ia harus kembali ke Taiwan. Jika keluarga Huang terbukti tidak mau merawat Huang, berdasar hukum Taiwan, mereka bakal dihukum karena menelantarkan anak. Sementara itu, meski sudah dewasa, Huang akan dimasukkan ke panti asuhan anak telantar karena kondisi fisik dan mentalnya.

Aisah: ”Buat saya, meskipun saya menyayangi Huang, tapi kalau diputuskan ia harus pulang ke Taiwan, saya ikhlaskan. Itu terjadi waktu didatangi bapak-bapak dari imigrasi, anak saya yang bontot nangis. Katanya, Aa enggak boleh pergi.”

Keputusan imigrasi membatalkan deportasi Huang bertentangan dengan pengumuman TETO. Sama-sama lembaga yang berpijak pada hukum formal. Tapi, beda keputusan.

Kasus itu belum final. Belum ada eksekusi dari pengumuman TETO. Inilah kontradiksi antara hukum formal dan kemanusiaan. Meskipun, dasar-dasar hukum adalah keadilan manusia. Entah, bakal menang mana. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: