Penjurian Lapangan Brawijaya Award (15): Tim 3, Belum Berangkat Sudah Pening Kepala
GAMELAN SARON yang dimainkan Pelda Andik Risdianto, Babinsa Kodim Pasuruan bersama siswa SDN Candi Wates 1, Pasuruan, Selasa (16/5/2023). -Syahrul Rozak Yahya-
DIBANDINGKAN dengan tim lainnya, penjurian di wilayah 3 mungkin yang paling berat. Ada beberapa alasan. Pertama, tim 3 kebagian finalis babinsa terbanyak, 14 orang. Yang berarti, 14 lokasi yang berbeda tersebar di paruh paling timur pulau Jawa.
Yang kedua, jarak antartempat penjurian bisa puluhan kilometer meskipun masih berada di dalam kota/kabupaten yang sama. Belum cukup itu semua, masih ditambah faktor ketiga, yakni lokasi penilaian yang berada di pelosok pegunungan.
Malam hari sebelum perjalanan, aroma ‘perjalanan berat’ wilayah 3 sudah terasa. Tatkala saya sebagai ketua tim 3 menerima jadwal penjurian dari Ketua Tim Juri Noor Arief Prasetyo, mata saya langsung terbelalak, “ha? Tidak salah?” batin saya.
Pasalnya, di hari pertama saja, kami dijadwalkan menilai 3 babinsa. Pertama Peltu Andik Risdianto, Babinsa Desa Candiwates, Prigen, Pasuruan. Kemudian Kopka Budi Rinarto. Ya memang benar masih Pasuruan, tapi lokasinya sudah jauh ke timur, yakni Kecamatan Lumbang, dekat lembah Madakaripura.
Jarak antara dua tempat sekitar 61 km. Ditempuh satu jam 10 menit jika sambil ngebut di Jalan Tol. Lebih lama kalau lewat jalan biasa. Dari ujung ke ujung. Satunya berbatasan langsung dengan Kabupaten Malang, satunya berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Satunya sisi barat, satunya lagi sisi timur.
Kekagetan saya belum selesai tatkala membaca jadwal. Hari itu juga kami diharapkan menyelesaikan penjurian untuk 1 babinsa lagi, yakni Pelda Ahmad Ridlo’i. Lokasinya di Desa Ledokombo, Kecamatan Sumber. Jauh di ketinggian puncak Kaldera Bromo yang jika ditempuh dari Kota Probolinggo dua jam saja belum karuan sampai.
Saya pun melancarkan protes pada ketua tim juri. Yang untungnya pengertian. Beliau akhirnya menyerahkan pelaksanaan taktis di lapangan. Tidak harus saklek dengan jadwal. Tapi tetap saja, alamak! By the way, tugas tetap harus dilaksanakan.
Ronald Maulana Febrian memainkan gong di sanggar Karawitan Sekar Kedhaton Candi Wates Pasuruan, Selasa (16/05/2023).-Syahrul Rozak Yahya-
Dalam waktu yang bersama, pejabat Kodim 0819 Pasuruan dan Kodim 0820 Probolinggo sudah menelpon berkali-kali minta kepastian jam penilaian. Saya pun pening mengatur bagaimana tim bisa membelah diri agar tidak mengecewakan salah satu pihak.
Untunglah pertolongan Tuhan datang. Bati Puanter Kodim Pasuruan Peltu Adi Winarto menelpon dan mengabarkan Kopka Budi Rinarto berhalangan dan tidak bisa mengikuti penilaian sesuai dengan jadwal. Peltu Adi menginfokan dengan sedikit nada bersalah, tapi saya malah bersorak dalam hati.
Tidak apa-apa, kata saya pada Peltu Adi.
“Lha nanti Kopka Budi gimana pak?” tanya Peltu Adi.
“Gampang, nanti dicarikan solusinya,” kata saya mengakhiri pembiacaraan. Jujur waktu itu saya belum tahu juga solusinya. Yang ada di pikiran saya waktu itu, dengan segala perhitungan, agenda penilaian di dua tempat, yakni Candiwates diPrigen dan Desa Ledokombo di Probolinggo bisa dicapai dalam sehari meskipun margin waktunya tipis sekali.
Untunglah, esok harinya, kami disambut dengan meriah oleh warga Candiwates di Saung Sego Wader Buk Rom Jawi dengan suguhan kopi dan jajanan. Bersama Pasiter Kodim Pasuruan saat itu, Kapten Infanteri Riyanto, Kepala Desa Sulthoni, pegiat budaya Pak Sulikhan, Juru Pelihara Candi Jawi Gus Mamik Sulikhin, dan Ki Dalang Erwin Gunoasmoro.
Sambil menyeruput kopi dan sebat menyebat, telinga kami sengaja disuguhi alunan rancak gamelan yang membuat suasana makin syahdu. Siapa sangka ternyata yang memainkan gamelan adalah anak-anak SD kelas 6. Ditambah semilir angin pagi, cenut-cenut kepala saya sedikit berkurang. Nyaris kantuk menyerang tapi segera sadar tugas.
FOTO BERSAMA Tim juri lomba Babinsa Inspiratif Harian Disway, siswa SDN Candi Wates 1, Pelda Andik Risdianto, serta pejabat utama Kodim Pasuruan.-Syahrul Rozak Yahya-
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: