Penjurian Lapangan Brawijaya Award (21): Ke Kanan Jauh, Ke Kiri Jauh, Akhirnya Menginap di Tengah
Sertu Eko dan Ketua Tim Juri 3 Taufiqur Rahman berdiskusi di tengah kandang kambing. -Syahrul Rozak Yahya-
Kami mengawali pagi di Koramil Patrang 0824/01, Jember. Kami akan melakukan penilaian terhadap Pelda Iwan Abdillah, Babinsa Kelurahan Patrang, Kota Jember.
Sambil menikmati sarapan nasi jagung di depan Stadion Notohadinegoro, Jember, saya mengingat-ingat lagi kejadian semalam.
Semalam di Hotel 88 Kaliwates, saya sempat berbincang dengan Ketua Tim Juri pusat Noor Arief Prasetyo. Melaporkan bahwa ada 2 babinsa yang harus kami lewati. Yakni Kopka Budi Rinarto di Pasuruan dan Sertu Uyun Salrofi’u di Jember.
Serka Tri Suharyono (kiri) dan para juri berpose dalam sebuah sesi pelayanan kesehatan gratis masyarakat Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso.-Syahrul Rozak Yahya-
Saya mengusulkan agar digelar penilaian susulan bagi kedua babinsa tersebut. Namun Mas Arief, panggilannya tidak setuju. Waktu dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membentuk, menyiapkan, dan memberangkatkan satu set tim juri tidak mudah. Juga tidak murah.
Mas Arief sempat akan memutuskan untuk mendiskualifikasi saja dua babinsa tersebut. Namun saya menolak. Kalau Kopka Budi memang benar yang bersangkutan berhalangan dan mengikuti kegiatan lain di tempat lain. “Tapi untuk Sertu Uyun itu murni keteledoran kita dalam menyusun jadwal,” kata saya.
“Terus, solusimu?” tanya Mas Arief.
Saya usulkan tetap diadakan penjurian ulang. Tapi selepas tim kembali dari Banyuwangi dalam perjalanan ke Surabaya. Masalahnya, semua anggota tim 3 hanya bisa bertugas sampai Sabtu. Itupun sudah menyalahi kontrak awal yang hanya sampai Jumat.
Pelda Iwan Abdillah di rumah keluarga Sukianto, Patrang Jember. Salah satu penerima manfaat program bedah rumah Serbu Sarang Sabu.-Syahrul Rozak Yahya-
Pak Yusuf tidak mungkin saya tahan. Hari Senin, ia harus sudah mengajar para Mahasiswa Unair. Fiu dan Rozak juga sama. Biar saya sendiri yang datang, menilai, wawancara, sekaligus melakukan dokumentasi.
“Yakin sanggup?” tanya Mas Arief.
“Ya. Tapi mungkin akan molor waktu dan bengkak biaya,” jawab saya.
“Setidaknya tidak akan lebih mahal daripada harus membentuk tim lagi dan penjurian susulan,” katanya.
Mas Arief pun memberikan lampu hijau. Waktu dan teknisnya ia pasrahkan pada saya. “Wis, aturen!” katanya.
Penjurian di Patrang berlangsung lancar. Pelda Iwan Abdillah mengajak kami berjalan-jalan ke kampung miskin di pinggiran Kali Rembangan. Tempat ia memfokuskan pengabdian sosialnya dengan cara melakukan penggalangan dana untuk merenovasi rumah tidak layak.
Jam 10.00 WIB, kami bertolak dari Koramil Patrang tancap gas ke Bondowoso. Navigator sudah tidak diperlukan karena saya hafal sekali daerah sini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: