Penjurian Lapangan Brawijaya Award (24): Malam Menegangkan Berakhir Sunrise Yang Indah

Penjurian Lapangan Brawijaya Award (24): Malam Menegangkan Berakhir Sunrise Yang Indah

KEINDAHAN sunrise di Pantai Bangsring yang langsung menghadap Selat Bali mengobati rasa lelah selama penjurian lapangan.-Taufiqur Rahman-

PANTAI Bangsring semarak sepanjang hari. Namun menjelang petang saat sang surya beranjak ke peraduan, suasana berangsur-angsur sepi. Saat kegelapan mulai mencengkram bumi, celoteh kerumunan manusia tergantikan sepenuhnya oleh desau angin dan daun-daunan. Sesekali suara serangga terdengar.

Sesi penyambutan dan pembukaan di Pantai Bangsring berakhir. Para Pejabat Kodim 0825 Banyuwangi berpamitan meninggalkan tempat. Mengikuti komandan mereka, Kapten Mustohir. 

Setelah membantu menguruskan penginapan, Serma Nurhadi dan Serda Kadek, sang junior yang bakal menggantikan Nurhadi menjadi Babinsa Bangsring pamit undur diri. Kita berjanji untuk bertemu kembali di Saung utama Bangsring untuk forum temu nelayan pukul 20.00 WIB.

Fiu dan Rozak belum kembali. Saya suruh mereka membawa mobil Honda BR-V ditemani satu personel Kodim untuk membeli makan malam dan belanja logistik seperlunya. Tidak perlu banyak-banyak. Yang penting cukup untuk esok hari. 

“Jauh mas,” jawab Fiu ketika saya tanya kenapa lama sekali. Memang benar kata para Staf Ter Kodim Banyuwangi. Bangsring jauh sekali dari pemukiman. Untuk beli makan pun, mereka sepertinya harus sampai ke Ketapang. 


Ngobrol santai dengan para nelayan Bangsring untuk menggali lebih dalam upaya mereka menyelamatkan terumbu karang.-Syahrul Rozak Yahya-

Setelah salat Magrib, saya duduk termangu di musala kecil di tengah pantai. Memandang jauh ke cakrawala yang mulai pudar di kejauhan. Sesekali pada deretan warung yang kini membiru dan membisu diselimuti gelap. 

Beberapa menit yang lalu, warung-warung itu ramai dijejali manusia. Sekarang tinggal remang-remang atap di antara kegelapan senja. Tanpa celoteh manusia, desau angin terdengar lebih jelas, seperti siulan. Tapi dengan bahasa aneh. 

Saya membuka-buka lagi review tentang penginapan kami. Kok ya bisa terlewati. Ada beberapa review dari turis asing. Kemungkinan mereka adalah pelancong Bali yang ingin mencari ‘suasana’ yang berbeda dan nyasar di pantai timur Banyuwangi. 

Dari beberapa review, satu muncul yang paling menarik perhatian saya. “Setelah kerumunan pantai pulang, anda akan tinggal sendiri. Dan anda tengah mendaftar untuk malam yang mencekam,” Kata si Bule.  

Hm, mencekam? Mungkin karena mereka punya ‘aura’ berbeda dengan para penghuni halus lokal pantai ini. Ah, sudah terlambat untuk mengubah keputusan sekarang. Kalaupun ada gangguan, nampaknya harus kita hadapi dengan tabah sampai besok pagi.

Sekitar jam 8 malam, suasana sepi sedikit terobati ketika para nelayan Bangsring datang. Sambil bersarung ria, kami bercerita soal Bangsring dulu dan kini. Bagaimana mereka berubah dari sekelompok pengebom, pemotas, dan pencungkil terumbu karang, menjadi pasukan penjaga Bangsring yang loyal dan ber mindset konservasionis. 


Drs. Yusuf Ernawan, Kasdim Banyuwangi Kapten Mustohir, Babinsa Serma Nurhadi, dan Taufiqur Rahman, berdiskusi menjelang penjurian.-Syahrul Rozak Yahya-

Forum diakhiri sekitar pukul 10 malam. Para nelayan pamit, Serma Nurhadi dan Serda Kadek juga pamit. Meninggalkan kami di penginapan sendirian. Sampai akhir forum pun, tidak ada satupun yang mau menjelaskan sebenarnya apa pontensi ‘gangguan’ yang bakal kami terima. 

“Aman mas, Insyaallah. Saya bantu juga untuk ‘mengamankan’. Ya paling sekedar menyapa,” jelas Serma Nurhadi sebelum pergi. 

“Baik ndan, besok jangan lupa jam 7 kita langsung mulai,” kata saya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: