Indonesia Butuh Lithium Ion 758 Ribu Ton, Kementerian ESDM Bakal Gandeng Perusahaan Asing

Indonesia Butuh Lithium Ion 758 Ribu Ton, Kementerian ESDM Bakal Gandeng Perusahaan Asing

Salah satu kendaraan listrik yang melintas di jalanan di Jakarta.-LBKN Antara-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- Jalan menuju tahta raja baterai kendaraan listrik dunia tak mudah. Rupanya, target mewujudkan pada 2025 juga terlalu cepat. Sebab, hingga kini potensi cadangan lithium dalam negeri masih belum ditemukan.

Sementara pemerintah punya ambisi besar untuk memasifkan penggunaan kendaraan listrik. Setidaknya ditarget 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik pada 2030 nanti. Artinya, kebutuhan baterai lithium ion untuk kendaraan listrik dipastikan sangat tinggi.

BACA JUGA:2045 Semua Angkutan Umum Pakai Kendaraan Listrik

BACA JUGA:Ada Tiga Skema Subsidi Kendaraan Listrik

Kementerian ESDM memprediksi kebutuhannya tembus 758.693 ton pada 2030. Angka itu dengan asumsi kebutuhan kapasitas baterai per unit mobil listrik mencapai 40 kWh. Sedangkan untuk tiap motor listrik sebesar 2 kWh. Total, dibutuhkan 113 juta kWh.

Solusi tengah dibahas. Kementerian ESDM meminta perusahaan dalam negeri bermitra dengan perusahaan asing. Tentu yang memiliki potensi cadangan lithium. Ini untuk mengamankan rantai pasok baterai listrik kelak.

“Iya kita harus mencari partner,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahjana dikutip bisnis.com, Rabu, 2 Agustus 2023. Kemitraan itu bisa dibangun dengan dua cara. Pertama, negara harus siap membantu perusahaan dalam negeri.

Kedua, perusahaan dalam negeri juga harus punya terobosan. Yakni berani berinvestasi atau bahkan akuisisi perusahaan lithium di luar negeri. Namun, kata Agus, akuisisi bukan berarti harus mencaplok saham mayoritas.

Sebab, jelas akan butuh modal besar. Yang dimaksud akuisisi itu cukup sebagian kepemilikan saja. Sehingga Indonesia bisa memenuhi pasokan lithium secara rutin. “Jadi bukan akuisisi 100 persen. Tapi dengan kerjasama dalam rangka mengamankan pasokan dalam negeri,” ujarnya.

Tetapi, ada fakta yang cukup menggembirakan. Bahwa kandungan lithium di baterai tidak sebesar kandungan nikel dan kobalt. Sementara Indonesia amat kaya nikel dan kobalt.

Menurut Agus, nikel mempunyai porsi yang paling besar dibandingkan mineral lainnya dalam pembuatan baterai. Setidaknya mencapai 16 persen dari komposisi. Sedangkan lithium danya 3 persen dan kobalt 4,3 persen. 

Itu berarti nikel punya peran besar dalam menggenjot ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Kendati cadangan lithium belum juga ditemukan. "Jadi ketergantungan pabrik terhadap material itu ya jauh bila dibandingkan nikel. Lithium pasti diperlukan, tetapi orang juga gak bisa jual lithium tanpa nikel," ujar Agus dalam acara Mining Zone, kemarin.

Indonesia juga punya cadangan kobalt. Ini diperoleh dari proses penambangan limonit alias bijih nikel berkadar rendah. Padahal, limonit ini dulu tidak punya nilai. Maka sekarang bisa diolah untuk menjadi nilai tambah.

Di sisi lain, ada kabar yang cukup ditunggu dari Indonesia Battery Corporation (IBC). Perusahaan asal Korea Selatan, LG Group, diyakini tidak mundur dari konsorsium proyek pengembangan baterai kendaraan di Indonesia. Bahkan kerjasama proyek hilirisasi baterai kendaraan listrik ini akan diumumkan hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: