The Luntas Indonesia Majukan Ludruk Anak Muda (6): Ada Orang Batak yang Ikut Ngurusi Ludruk

The Luntas Indonesia Majukan Ludruk Anak Muda (6): Ada Orang Batak yang Ikut Ngurusi Ludruk

Hason Sitorus di depan Rumah Budaya Rakyat yang ia dedikasikan untuk perkembangan ludruk dan segala seni budaya yang bisa berkembang di Surabaya. -Sahirol Layeli-

HARIAN DISWAY - Di belakang eksisnya The Luntas Indonesia, ada Hason Sitorus. Bukan Jawa. Bukan Surabaya. Nama belakangnya menunjukkan asal sukunya, Batak. Pendukung Robets Bayoned dan Luntas. Baginya, ludruk mengingatkan ia tentang masa kecilnya.

Mulai 12 Agustus 2023, Luntas akan menggelar ludruk keliling kampung bertajuk Ludruk Merdeka. Total ada 9 kampung di Surabaya yang dikunjungi. Maspati, Kutisari, Benowo Sawah, Gundih, Semanggi Kendung, Pagesangan, Petemon, Asem Jajar, dan Tambak Asri. 

Ada nama Hason Sitorus sebagai panitia. Produser Luntas itu adalah pembina. Ia dipasang pendiri Luntas, Robets Bayoned, ada di antara orang-orang Surabaya yang mengurus Luntas. Bersama Cak Kartolo dan Djadi Galajapo sebagai penasihat. 

Adanya marga Sitorus jadi keunikan tersendiri dalam sebuah ludruk yang biasa dipanggil cak. Seperti Kartolo Cs pimpinan Cak Kartolo, ludruk Gita Praja pimpinan Cak Heru Pamungkas dan sebagainya. "Memang Pak Hason bukan Surabaya. Ia orang Batak," kata Robets. 

Hason memang asli kelahiran Porsea, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Tapi tinggal di Surabaya sejak 1988 hingga kini sehingga serasa orang Surabaya. "Saya yang memfasilitasi tobong ludruk untuk Luntas. Semua gratis. Robets dan kawan-kawan tak dikenakan biaya sewa sepeser pun. Yang penting, lestarikan seni budaya Surabaya," ujarnya, saat ditemui di Rumah Budaya Rakyat, Jalan Karamenjangan No 21 Surabaya. 

Meski lama tinggal di Surabaya, logat Bataknya masih kental. Walaupun ia mengerti berbagai diksi atau bahasa Jawa ala Suroboyoan. Robets Bayoned, pimpinan Luntas menyebut bahwa Hason adalah sosok yang sangat peduli dengan eksistensi ludruk. Terutama budaya Surabaya. 
Hason Sitorus dan Robets Bayoned, pendiri The Luntas Indonesia, yang sering berdiskusi tentang perkembangan ludruk di tolong yang beralamat di Jalan Karangmenjangan 21 Surabaya. -Sahirol Layeli-

Melalui tobong di Rumah Budaya Rakyat, ia ingin memfasilitasi berbagai seniman yang ingin tampil atau menjadikannya sebagai sarana berlatih. "Di sini tidak dikenakan biaya. Siapa saja boleh latihan, boleh berlatih. Soalnya gedung pementasan di Surabaya harganya mahal. Daripada keluar uang buat sewa, mending di Rumah Budaya Rakyat saja," ujar Robets.

Bagi Hason pribadi, ludruk membawa kembali memori masa kecilnya. Terutama pada opera tradisi khas Suku Batak. Seperti opera Serindo serta yang paling digemarinya adalah opera Sitilhang. Yakni seni pertunjukan yang menampilkan sandiwara, dipadu dengan tari tor-tor dan musik atau gondang serta seni vokal atau ende. 

Hason tinggal di Surabaya karena ia bekerja di BPKB Jatim. Sebelumnya ia ditugaskan di BPKP NTT, sejak 1985-1988. Lantas ia pernah bertugas sebagai kepala UPTD Parkir, lalu di bagian ketuangan Pemkot Surabaya. "Jabatan terakhir saya adalah Kabid Catatan Sipil di Pemkot. Kemudian pensiun dini pada 2017," ungkapnya.

Ia sekian lama mengamati kiprah Robets dan kawan-kawan. Lalu berkenalan melalui Facebook. Beberapa kali Hason datang dalam tiap pementasan Luntas. Memori masa lalunya hadir kembali. "Bedanya, opera sitilhang tak ada guyonannya. Tetapi ada sandiwara, musik, dan tari. Dalam ludruk, ada tari remo. Itu yang membuat saya tertarik dengan Luntas," ujar pria 60 tahun itu.

BACA JUGA:The Luntas Indonesia adaptasi Naskah Kartolo CS: Warung Kintel

Dalam perjalanan ke berbagai kota di luar negeri, Hason gemar menonton pertunjukan opera. Seperti di Shanghai, Venezia, Austria, dan lain-lain. "Semua negara maju, kesenian lokalnya ikut maju pula. Saya ingin Surabaya seperti itu. Kita punya seni tradisi yang baiknya ditampilkan untuk para wisatawan," ujar ayah dua anak itu.

Dulu Hason sempat protes ketika Kampung Seni THR ditutup. Pemkot Surabaya membangun berbagai gedung kesenian, tapi tarifnya mahal. Di sisi lain, masyarakat membutuhkan hiburan murah. Maka dengan memfasilitasi Luntas, ia berupaya melestarikan tradisi ludruk. "Supaya orang di luar tahu bahwa Surabaya ini kaya dengan tradisi dan seni-budaya," ungkapnya.

Hason pun mempelajari sejarah dan berbagai hal terkait seni ludruk. Misalnya terdapat toa di depan panggung, lalu poster atau papan informasi pementasan. Di Rumah Budaya Rakyat, semua itu ada. Hason dan Robets menunjukkan papan bertuliskan Warung Kintel, di depan gedung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: