Cheng Yu Pilihan Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya: Bu Chi Xia Wen
Cheng Yu Hermawan Kartajaya--
KETIKA Deng Xiaoping memutuskan untuk menjalankan kebijakan reformasi dan keterbukaan pada tahun 80-an, masyarakat Tiongkok, terutama kalangan elitenya, gundah. Mereka menyangsikan keputusan Deng. Membungkus penolakannya dengan pertanyaan, "Gimana kalau nanti Tiongkok dibuka dan paham-paham dari Barat masuk, Tiongkok akhirnya malah jadi negara kapitalis?" Saat itu, komunisme Tiongkok memang sedang sepekat polusi Jakarta belakangan ini.
Tapi, Deng tetap bersikukuh dengan pendapatnya: bahwa, walau bagaimanapun, keterbelakangan dan kemiskinan akut Tiongkok cuma bisa dibereskan dengan reformasi dan keterbukaan. "Kalau tidak mau mereformasi (pola pikir kita), hanya ada satu jalan: mati!" tegas Deng, menjawab keraguan orang-orang.
Kondisi Indonesia sekarang, agaknya mirip dengan kondisi Tiongkok di tahun 1978. Bedanya, pertanyaan yang diajukan di sini: "Gimana kalau setelah belajar ke Tiongkok, kita nanti malah jadi komunis?"
BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Chairman MarkPlus, Inc Hermawan Kartajaya: Han Niu Chong Dong
Padahal, kata Konfusius, kita tinggal "择其善者而从之,其不善者而改之" (zé qí shàn zhě ér cóng zhī, qí bù shàn zhě ér gǎi zhī): pilih yang positif untuk dipelajari; dan bila menemukan yang negatif, introspeksilah diri, siapa tahu memiliki kejelekan serupa, lalu perbaikilah. Atau, dalam istilah Islam, "Khudz maa shofaa, wada' maa kadar" (ambil yang baik, buang yang buruk). Selesai.
Masalahnya, tidak sedikit dari kita yang demen sekali mencari keburukan-keburukan untuk dijadikan pembenaran keogahan kita untuk mempelajari dan mengakui keunggulan yang liyan.
Inilah yang barangkali menjadi salah satu faktor kenapa Tiongkok bisa jauh lebih cepat berkembang ketimbang Indonesia, sekalipun sebelumnya jauh lebih maju dan kaya Indonesia dibanding Tiongkok.
BACA JUGA:Hermawan Kartajaya Berpikir 9 Tahun Sebelum Putuskan Jadi Kadaver
BACA JUGA:Ulang Tahun ke-75, Hermawan Kartajaya Hibahkan Tubuh untuk Riset
Hermawan Kartajaya, chairman MarkPlus, Inc. berjuluk Bapak Marketing Indonesia, banyak membahas hal tersebut saat Jumat (25/8) kemarin ditemui di kantornya di Jakarta.
Menurut Hermawan, suatu bangsa akan menjadi bangsa yang besar jika mempunyai spirit "不耻下问" (bù chǐ xià wèn): tidak malu berguru bahkan kepada yang dianggap lebih rendah atau tidak lebih tahu.
Sebab, "满招损,谦受益" (mǎn zhāo sǔn, qiān shòu yì): sombong merugikan, rendah hati menguntungkan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: