HUT TNI Ke-78: Sejarah Berdirinya Tentara Nasional Indonesia (1): Dari BKR sampai TNI

HUT TNI Ke-78: Sejarah Berdirinya Tentara Nasional Indonesia (1): Dari BKR sampai TNI

Banner HUT TNI Ke-78 yang terlaksana pada 5 Oktober 2023.--Laman Resmi TNI

HARIAN DISWAY - HUT TNI Ke-78 jatuh pada 5 Oktober 2023 hari ini. Dilansir dari laman resminya, TNI mengusung tema HUT TNI Ke-78 dengan slogan TNI Patriot NKRI: Pengawal Demokrasi untuk Indonesia Maju.

Peringatan ulang tahun tersebut tidak dapat terlepas dari sejarah berdirinya TNI pascakemerdekaan Indonesia. Faktanya, TNI pernah berganti nama sejak awal berdirinya.

Berikut sejarah berdirinya TNI. Dari BKR sampai TNI.

1.   Badan Keamanan Rakyat (BKR)


Bekas kantor Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Padang.--nationaalarchief.nl

Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, perlu adanya sebuah institusi atau badan yang dapat menjaga keamanan Indonesia. Hal itu mulai direalisasikan melalui sidang PPKI ketiga pada 22 Agustus 1945.

BACA JUGA: Hari Jadi ke-78: Kapal TNI-AL Masih Kurang

Badan tersebut bernama Badan Keamanan Rakyat atau BKR. BKR ini disambut positif oleh masyarakat Indonesia, bahkan secara spontan mereka membentuk organisasi pendukung militernya atau dengan meleburkan diri ke BKR.

Badan militer ini masih sederhana, yaitu setiap daerah memiliki BKR-nya tersendiri, bukan terpusat seperti saat ini. Hal itu membuat setiap BKR mampu menjaga keamanan dan ketertibannya di daerah masing-masing.

Meskipun demikian, tidak semua daerah Indonesia memiliki BKR-nya masing-masing karena pada saat itu Indonesia masih terhambat dalam bidang komunikasi.

Secara ringkas, anggota BKR terdiri dari unsur-unsur yang pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan militer. Unsur-unsur tersebut meliputi mantan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA), mantan Heiho, mantan KNIL, mahasiswa Ika Daigaku, dan mahasiswa Sekolah Tinggi Islam (STI).

2.   Tentara Keamanan Rakyat (TKR)


Panglima Besar Jenderal Soedirman foto bersama dengan Pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Yogyakarta.--Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY

Pasca kemerdekaan Indonesia, situasi keamanannya masih belum stabil. Pada 29 September 1945, AFNEI atau Allied Forces Netherlands East Indies bersama NICA atau Netherlands Indies Civil Administration datang ke Indonesia.

Hal itu membuat masyarakat Indonesia geram. Untuk itu, perlu adanya sebuah institusi militer yang lebih kuat dalam menghadapi ancaman militer dari sekutu. Institusi tersebut bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan lanjutan dari BKR.

Selain untuk menghadapi ancaman militer sekutu, terdapat alasan lain perubahan BKR ke TKR. Pada saat itu, BKR masih bersifat otonom yang berada di bawah kepengawasan pemerintah daerah masing-masing (KNID) sehingga pemerintah sulit untuk mengetahui skala kekuatannya.

Selain itu, banyak pemuda-pemuda Indonesia yang merebut senjata Jepang tidak bergabung menjadi anggota BKR.

Untuk itu, pemerintah berharap bahwa terbentuknya TKR ini dapat menghimpun BKR di tiap masing-masing daerah dan pemuda-pemuda untuk bergabung menjadi satu kekuatan yang besar demi menghadapi ancaman militer sekutu.

Tentara Keamanan Rakyat atau TKR terbentuk pada 5 Oktober 1945 berdasarkan maklumat yang dikeluarkan oleh Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Masyarakat Indonesia menyambut baik hal tersebut dan membuat anggota BKR bergabung ke TKR secara otomatis.

Karena ancaman pasukan sekutu terus berdatangan, pemerintah mulai banyak melakukan tindakan untuk meningkatkan nilai simbolis militer Indonesia dengan mengubah penamaan bidang militernya.

Berdasarkan dari Penetapan Pemerintah No. 2 Tanggal 7 Januari 1946, nama “Tentara Keamanan Rakyat” diubah menjadi “Tentara Keselamatan Rakyat”.

Tujuan pergantian nama tersebut adalah memperluas fungsi ketentaraan, yaitu mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia.

3.   Tentara Republik Indonesia (TRI)


Para Opsir Tinggi TRI telah siap mengikuti Pelantikan yang akan dilakukan oleh Presiden Soekarno.--Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY

Pada 26 Januari 1946, Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) perlu melakukan penyempurnaan terhadap standar militernya sesuai dengan standar militer internasional. Alhasil, pemerintah mengubah nama TKR menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia).

Hal itu tercantum dalam maklumat yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Penetapan Pemerintah No. 4/SD Tahun 1946.

Untuk menyesuaikan standar militernya dengan standar internasional, pemerintah membentuk suatu panitia bernama Panitia Besar Penyelenggaraan Organisasi Tentara yang dipimpin oleh Letnah Jenderal Urip Sumohardjo pada 23 Februari 1946.

Adapun panitia besar tersebut memiliki lima tugas, yaitu (1) membentuk susunan Kementerian Pertahanan, (2) mencari bentuk ketentaraan, (3) membentuk kekuatan dan organisasi tentara, (4) menyempurnakan peralihan dari TKR ke TRI, dan (5) menentukan status laskar serta badan perjuangan yang tersebar.

Pada 17 Mei 1946, panitia mengumumkan hasilnya kepada kabinet. Salah satu hasil reorganisasi dari panitia besar tersebut berupa pembagian Markas Tertinggi Tentara Keselamatan Rakyat/Tentara Republik Indonesia (MT-TKR/TRI) menjadi dua.

Pertama adalah Markas Besar Umum (MBU) di bawah Panglima Besar Soedirman dengan tugas operasionalnya membawahi divisi-divisi. Kedua adalah Kementerian Pertahanan di bawah Jenderal Mayor Soedibyo sebagai Direktorat Jenderal Administrasi.

Pada 23 Mei 1946, diadakan rapat umum kedua dengan dihadiri oleh para perwira Markas Besar dan semua panglima divisi dan resimen.

Salah satu hasil rapatnya adalah menghapuskan komandemen-komandemen kecuali Jawa Barat, mengurangi jumlah divisi dan resimen, serta menciptakaan kesatuan yang lebih baik antara jumlah personil dengan jumlah persenjataan.

Adapun jika laskar dan badan perjuangan lainnya tidak ingin bergabung di dalam TRI, mereka dapat bergabung dalam wadah khusus bernama Biro Perjuangan.

Hal itu membuat Indonesia memiliki dua pasukan ketentaraan, yaitu TRI sebagai pasukan regular berstandar militer internasional dan Biro Perjuangan sebagai pasukan bersenjata dari para rakyat.

4.   Tentara Nasional Indonesia (TNI)


Seorang tentara asing berdiri di depan barisan TNI yang sedang menerima laporan dari seorang Komandan Barisan TNI.--Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY

Karena Indonesia memiliki dua pasukan ketentaraan, yaitu TRI dan Biro Perjuangan, maka sering terjadi kesalahpahaman antara dua pihak tersebut.

Kesalahpahaman tersebut terjadi karena Biro Perjuangan selalu berkaitan dengan haluan partai politik, sedangkan TRI bersifat netral. Untuk itu, Soekarno berusaha menyatukannya dalam satu wadah.

Pada 15 Mei 1947, Soekarno membentuk sebuah panitia untuk mewujudkan penyatuan dalam satu organisasi tentara antara TRI dan Biro Perjuangan. Namun, pelaksanaan tugas kepanitian tersebut tidak berjalan dengan lancar.

Untuk mengatasi ketidakefektifan kepanitian tersebut, Jenderal Soedirman melalui Menteri Pertahanan mengajukan suatu konsep bertahap untuk dapat mewujudkan keinginan Soekarno.

BACA JUGA: Marsdya TNI Kusworo Dilantik Jadi Kabasarnas

Konsep penyatuannya melalui dua tahapan. Tahapan pertama adalah memperbolehkan laskar dalam divisi memiliki satu resimen dari masing-masing partai politik. Setelah itu, resimen-resimen tersebut digabungkan menjadi satu brigade laskar.

Tahapan kedua adalah menggabungkan brigade laskar tersebut ke dalam TRI.

Seluruh Biro Perjuangan menerima konsep penyatuan itu dengan baik sehingga penggabungan tersebut melahirkan suatu organisasi tentara yang baru bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pada 3 Juni 1947, Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi disahkan melalui Ketetapan Presiden No. 24 Tahun 1947 yang dikeluarkan oleh Soekarno pada 7 Juni 1947.

Ketetapan tersebut menyatakan bahwa nama TRI berubah menjadi TNI dan semua laskar maupun Biro Perjuangan secara serentak masuk ke dalam TNI.

Alhasil, dua pihak tersebut wajib tunduk dan menjalankan perintah yang dikeluarkan oleh pucuk pimpinan TNI. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: