Percepat Zero Kemiskinan Ekstrem via Integrasi Keuangan Sosial Islam
Ilustrasi kemikinan ekstrem-Gusti-Harian Disway-
Indonesia memiliki beberapa aturan kenegaraan yang membahas tentang KSI. Terkait zakat, misalnya, diatur secara umum pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011.
Terkait wakaf, pemerintah telah mengesahkan UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. UU tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pembaruan UU terkait pengelolaan KSI perlu mendapat perhatian.
Belum adanya integrasi itu menyebabkan dana sosial Islam di Indonesia masih dikelola secara parsial. Pengelolaan zakat, misalnya, telah didukung regulasi, tapi masih menjadi instrumen sukarela. Instrumen KSI juga memiliki regulasi yang berbeda-beda. Selain itu, instrumen dana sosial Islam dikelola lembaga bentukan pemerintah yang berbeda sehingga terdapat perbedaan hak, kewajiban, dan kepentingan antarlembaga.
Regulator dari pengelolaan zakat adalah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Sedangkan regulator dari pengelolaan wakaf ialah Badan Wakaf Indonesia (BWI). Namun, pada akhirnya BAZNAS dan BWI bertanggung jawab kepada menteri agama. Mengingat besarnya potensi KSI dan pentingnya integrasi, diperlukan adanya payung hukum untuk mengoptimalkan pengelolaan KSI dan meraih potensinya.
Landasan hukum memiliki peran penting dalam menyatukan visi, misi, serta jalannya program antarlembaga KSI. Landasan hukum juga menjadi bentuk legalitas dan kepastian hukum atas program kerja sama antarlembaga. Landasan hukum memberikan dasar hukum yang jelas dan mengikat bagi integrasi lembaga-lembaga keuangan sosial Islam. Itu menciptakan kepastian hukum yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas program dengan amanah dan efisien (Gumelar & Siska Lis Sulistiani, 2021).
Adanya landasan hukum juga memberi media kekuatan untuk melindungi lembaga dari penyalahgunaan wewenang. Dana yang dikelola lembaga KSI tak dapat disebut nominal yang kecil. Bila dijumlah, jumlah dana yang dikelola lembaga zakat dan wakaf di Indonesia pada 2022 mencapai Rp 27,4 triliun.
Adanya landasan hukum tentang cakupan dan batasan wewenang lembaga dapat membantu menghindari penyalahgunaan keuangan dan pencucian uang. Dengan regulasi yang tepat, lembaga-lembaga keuangan sosial Islam dapat membantu memastikan bahwa dana dikelola dengan benar dan tidak digunakan untuk tujuan ilegal.
Integrasi keuangan sosial Islam (KSI) menjadi strategi yang tepat untuk tata kelola KSI yang optimal dan untuk menghapus kemiskinan. Dalam konteks ini, integrasi KSI melalui model kolaborasi dengan skema transformasi dalam empat tahap, yaitu economic rescue, economic recovery, economic reinforcement, dan economic resilience (4-ER) menjadi langkah yang tepat menuju Indonesia bebas kemiskinan, khususnya kemiskinan ekstrem di 2024.
Jika integrasi keuangan sosial Islam itu bisa diwujudkan, dipastikan KSI bakal memiliki peran yang besar dalam membantu pemerintah menangani kemiskinan. Dengan begitu, target nol persen penduduk miskin ekstrem tahun 2024 dan hilangnya kemiskinan tahun 2030 bisa diwujudkan. Jika itu bisa dicapai, Indonesia emas tahun 2045 akan menjadi kenyataan. (*)
Prof Tika Widiastuti-Dokumentasi Pribadi-
*) Profesor dalam bidang Keuangan sosial Islam pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: