Gibran, Sjahrir, dan Muhammad Al-Fatih

Gibran, Sjahrir, dan Muhammad Al-Fatih

Ilutrasi Gibran diidentikkan dengan Muhammad Al-Fatih dan Sutan Sjahrir--

BACA JUGA:Gibran Masuk Lintasan

Ketegasan Sjahrir terlihat semasa pendudukan Jepang. Ketika itu para pejuang senior yang diwakili Soekarno dan Hatta memilih jalan kompromi dengan tentara Jepang yang menjadi pemenang perang Asia-Pasifik. Sjahrir memilih jalan perlawanan. 

Ia bergerak sebagai gerilyawan dengan mengorganisasikan gerakan bawah tanah. Karena beda garis perjuangan, Sjahrir sempat bersitegang dengan Soekarno-Hatta.

Pada Agustus 1945 Sjahrir mendapatkan informasi akurat bahwa Jepang sudah menyerah kepada Sekutu. Sjahrir mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu restu Jepang. Soekarno-Hatta menolak, sampai akhirnya diculik kelompok pejuang muda ke Rengasdengklok.

BACA JUGA:Bertambah Lagi, 16 Akademisi dan Guru Besar Hukum Tata Negara Laporkan Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK

BACA JUGA:Anwar Usman Diinterupsi Soal Keponakannya Maju Cawapres Oleh Pemohon di Sidang MK: Sebut Ada Konflik Kepentingan

Setelah proklamasi kemerdekaan, Sjahrir melakukan ”kudeta sunyi” terhadap Soekarno-Hatta. Bentuk pemerintahan presidensial yang dipimpin Soekarno-Hatta diganti dengan sistem parlementer dengan Sjahrir sebagai perdana menteri. Sjahrir hanya bertahan dua tahun, tapi legasi perjuangannya bertahan lama.

Sjahrir seorang pejuang cum intelektual. Ia mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada 1948 dan tercatat sebagi partai kader yang beranggota politikus intelektual dengan idealisme tinggi. Legasi Sutan Shajrir sebagai politikus pejuang cum intelektual tertulis dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia. 

Menyamakan Gibran dengan Sjahrir menunjukkan bahwa banyak pemimpin politik Indonesia yang memanipulasi sejarah. Banyak pemimpin politik yang tidak paham sejarah dan menderita historical myopia alias rabun sejarah. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: