Singapura Ternyata Sudah Duluan Pakai Metode Menyebar Nyamuk Wolbachia Tahun 2016, Bagaimana Hasilnya?

Singapura Ternyata Sudah Duluan Pakai Metode Menyebar Nyamuk Wolbachia Tahun 2016, Bagaimana Hasilnya?

Percobaan pelepasan jentik nyamuk ber Wolbachia dari Kemenkes. Singapura ternyata sudah lebih dahulu melakukannya pada tahun 2016-Kemenkes-

BACA JUGA: Cegah DBD Pakai Metode Wolbachia: Perangi Nyamuk dengan Nyamuk

Lain halnya dengan penelitian lain yang dilakukan pada daerah Tampines, Yishun, dan Choa Chu Kang. 

“Sesuai penjelasan dari anggota Parlemen Baey Yam Ken, populasi nyamuk Aedes aegypti turun sampai 98 persen dan kasus dengue sampai 88 persen,” tutur Prof Tjandra.

Prof Tjandra menuturkan dari informasi yg dia temukan, Singapura menganut pendekatan “suppression” artinya melepaskan nyamuk jantan berwolbachia saja. 

Sementara itu, pendekatan lain yang disebut sebagai “replacement” yang artinya melepaskan nyamuk ber-wolbachia, baik nyamuk jantan dan betina. Menurut Prof Tjandra, dari pengaplikasian 2 metode itulah menunjukkan perbedaan hasilnya pada penjelasan sebelumnya.

BACA JUGA: Teknologi Wolbachia Bukan Rekayasa Genetika, Hanya Bakteri di dalam Tubuh Nyamuk

Pada bulan Juni 2020, WHO menyampaikan bahwa Wolbachia berhasil dimasukkan ke nyamuk. Selain itu, Wolbachia berhasil menurunkan kemungkinan penularan berbagai penyakit virus, termasuk dengue, Zika, chikungunya, dan demam kuning.


Miniatur nyamuk Aedes albopictus yang di dalam tubuhnya sudah terdapat bakteri Wolbachia. -Kementerian Kesehatan RI-sehatnegeriku.kemkes.go.id

Adapun, Prof Tjandra membahas mengenai jurnal kesehatan ternama Lancet yang berjudul "The double-edged sword effect of expanding Wolbachia deployment in dengue endemic settings". Jurnal itu sudah dipublikasikan pada bulan November 2023.

“Disebutkan dalam jurnal tersebut bahwa perlu penelitian jangka panjang tentang konsekuensi melepas nyamuk dengan genotipe yang homogen pada berbagai variasi ekologi dan epidemiologi di lapangan,” ujar Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

Prof Tjandra menuturkan yang dimaksud dari pembahasan jurnal itu mengenai prioritas riset amat penting (critical research priority), baik untuk pengambilan kebijakan publik dan juga keberlanjutan program pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. (Wehernius Irfon)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: