KTT Iklim Dunia dan COP28 Tahun 2023: Mengatasi Dampak Perubahan Iklim sebagai Tanggung Jawab Bersama

KTT Iklim Dunia dan COP28 Tahun 2023: Mengatasi Dampak Perubahan Iklim sebagai Tanggung Jawab Bersama

Ilustrasi KTT Iklim Dunia dan COP28 Tahun 2023 di Dubai, UEA.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya adalah paradigma pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), mendefinisikan pembangunan ekonomi inklusif sebagai pertumbuhan ekonomi yang menciptakan akses dan kesempatan luas bagi seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan.

Bappenas juga menekankan pembangunan inklusif dan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi disparitas atau kesenjangan antarkelompok dan wilayah. Adapun World Economic Forum (WEF) mendefinisikan ekonomi inklusif sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja perekonomian  yang memperluas kesempatan dan kemakmuran serta memberi akses luas pada seluruh lapisan masyarakat.

Sementara itu, United Nations Environment Programme (UNDP) mendefinisikan ekonomi hijau sebagai sistem ekonomi rendah karbon, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, serta inklusif secara sosial. Dalam konsepsi tentang ekonomi hijau menurut UNDP tersebut, pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja didorong oleh investasi untuk diwujudkan dalam aktivitas ekonomi, infrastruktur, dan aset yang memungkinkan pengurangan emisi karbon, peningkatan efisiensi sumber daya, serta pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem.

Di kalangan para ahli pun telah ada kesepakatan bahwa sistem ekonomi tradisional yang kini berlaku telah berkontribusi terhadap munculnya perubahan iklim serta sejumlah masalah yang mengiringinya. Akibatnya, daya dukung bumi mulai mencapai batas kemampuan ideal. 

Penyebab melemahnya daya dukung bumi tak lain adalah faktor emisi gas rumah kaca yang mendorong pemanasan global. Selain itu, penurunan daya dukung bumi disebabkan pula akibat eksploitasi sumber daya alam seperti air, tanah, hutan, dan lainnya secara berlebihan. Karena itu, pendekatan ekonomi hijau diyakini sebagai salah satu solusi terbaik dalam mengatasi berbagai masalah akibat perubahan iklim.

 

Ekonomi Hijau  

Hampir semua negara mendorong akselerasi pelaksanaan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan melalui kebijakan green economy (ekonomi hijau). Kebijakan ekonomi hijau itu dimaksudkan untuk merespons dampak perubahan iklim.

Salah satu bentuk nyata ekonomi hijau adalah implementasi kebijakan harga karbon atau carbon cap and trade dan skema pajak karbon di tahun 2023. Pemerintah mengintroduksi carbon cap and trade untuk pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, misalnya, dengan memberi ”cap” persetujuan atas emisi karbon pada level tertentu.

Pemerintah menginisiasi pajak karbon dengan merilis Undang-Undang (UU) 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Implementasi pajak karbon dilakukan bertahap sesuai peta jalan (road map) dan merujuk pada perkembangan harga pasar karbon, pencapaian target nationally determined contribution (NDC), serta kondisi perekonomian.

Pemerintah juga telah merilis Peraturan Presiden (Perpres) 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perpres itu sebagai instrumen strategis untuk meregulasi perdagangan karbon (carbon trade), pungutan emisi karbon, dan pembayaran berbasis kinerja dalam penurunan emisi karbon.

Perpres tersebut secara teknis mengatur, jika menghasilkan emisi lebih dari cap yang ditetapkan, satu pihak harus membeli sertifikat izin emisi (SIE) dari pihak lain dengan emisi di bawah cap atau membeli sertifikat penurunan emisi (SPE) atau carbon offset. Pemerintah menyertakan beberapa lembaga dalam penentuan sertifikat izin dan sertifikat penurunan karbon.

Melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, pemerintah melibatkan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertujuan menetapkan mekanisme pelaksanaan carbon trade. BEI dan OJK memiliki peran sangat strategis dalam mengatur perdagangan sertifikat izin dan penurunan karbon.

Secara umum pemerintah juga menjamin kemudahan berusaha yang berlaku bagi semua pihak tanpa mengabaikan standar, keselamatan dan keamanan, serta kelestarian lingkungan. Selain itu, secara sosial ekonomi, pemerintah fokus pada upaya melaksanakan pembangunan secara keberlanjutan dengan memperhatikan peran generasi muda.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: