Sumur dan matahari (6): Temukan Kedamaian di Rutan Cipinang
AKHIRNYA pada Bulan Februari 2019, perkara saya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kami dipindahkan ke Rutan Cipinang. Banyak cerita seram yang saya dengar terkait Rutan Cipinang. Seperti adanya peredaran Narkoba di rutan atau kisah seram lainnya.
Namun hati kecil saya mengatakan, kepindahan ini justru lebih baik. Dugaan saya benar. Di Rutan Cipinang ruang gerak kami lebih luas dengan fasilitas yang lebih banyak seperti sarana olah raga dan adanya warung makan sederhana.
Setiap pagi, usai jam steril kami bisa jalan sehat mengelilingi lapangan bola di dalam kompleks rutan yang cukup nyaman. Siang hari ada live music di warung kopi yang diisi oleh warga binaan terkait program bina bakat dari rutan. Vokal dan musik mereka sangat bisa dinikmati.
Di rutan Cipinang, saya termotivasi untuk beribadah lebih banyak dan Alhamdulillah bisa lebih khusuk juga. Setiap sore, sehabis shalat ashar, saya mengikuti pengajian rutin bersama lima atau enam teman lainnya dan dilanjutkan lagi bakda Isya.
Kami bergantian membaca Alquran berikut terjemahannya. Secara sukarela, masing masing bersodaqoh untuk masjid dan musala. Usai membaca, kami ngobrol sampai menikmati kudapan dan minuman. Setiap malam Jumat dan Sabtu sore ada pengajian yang dikoordinir oleh Musala Blok dan diisi oleh Imam Masjid yang juga seorang warga binaan. Begitulah saya dan teman teman melewati waktu dengan penuh hikmat dan nikmat.
Setiap malam saya melaksanakan salat tahajud di musala bersama belasan teman senasib lainnya. Saya merasakan kenikmatan dalam beribadah, bukan karena ingin mengeluhkan nasib semata. Sayapun rajin membaca Alquran. Terutama terjemahannya dan mencoba menggali dan membangun sebuah kesadaran baru. Saya merasa terbimbing untuk membaca menggapai hikmahnya. Pendek kata saya merasa damai di Rutan Cipinang.
Sore itu menikmati makanan kecil dan segelas kopi. Entah mengapa saya merasa sangat bersyukur kepada Allah SWT karena menganugerahi lidah yang bisa merasakan kelezatan makanan dan minuman. Mengapa sebelumnya saya tidak merasakan hal ini sebagai anugerah?
Boleh jadi karena hati semakin bersih, karena banyak beribadah dan terhindar dari godaan dan dosa. Yah Rutan bagi saya adalah tempat membersihkan diri yang baik. Saya justru khawatir kalau nanti saya bebas apakah saya bisa mempertahankan ibadah dan memperoleh rasa damai seperti di rutan saat ini?
Dalam kisah Nabi Yusuf diceritakan bahwa beliau melakukan dakwah di penjara. Saya sangat ingin mengikuti jejak Nabi Yusuf, tapi siapa saya? Apakah ilmu dan keimanan saya layak?
Akhirnya saya seperti mendapat jalan. Saya minta izin pengelola musala untuk memasang boks untuk menaruh semacam brosur berisi tulisan tulisan saya yang bernuansa agamis di papan pengumuman. Setiap saya taruh lembaran lembaran itu, sekitar 10 – 20 lembar. Itu habis dalam seminggu.
Artinya dari empat selasar yang menjadi jamaah musala atau sekitar 80 jamaah ada 25% yang membaca tulisan-tulisan saya. Alhamdulillah, semoga menjadi amalan saya karena ilmu yang bermanfaat.
Tuhan Yang Saya Kenal
Kebiasaan dan kegemaran saya dalam menulis sangat positif dalam mengisi waktu selama di rutan. Bahkan menjadi sesuatu yang sinergis karena bisa fokus tanpa ada gangguan atau pekerjaan lain. Untuk referensi, saya minta bantuan istri untuk mengirim buku-buku serta ngeprint dari internet informasi yang saya perlukan. Saya ingin mengikuti jejak Buya Hamka yang menghasilkan karya monumental yaitu Kitab Tafsir Al-Azhar yang beliau tulis selama 2,5 tahun di penjara.
Kitab ini menurut saya menjadi amal jariah beliau yang tak putus-putusnya mendatangkan pahala karena dibaca oleh jutaan umat dari generasi ke generasi. Saya harus iri sekaligus menjadi termotivasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: