Menjemput Cahaya Kepemimpinan

Menjemput Cahaya Kepemimpinan

Mari kita tunggu pemenang pertarungan dalam ring demokrasi ini berlangsung. --

HARIAN DISWAY - Para capres-cawapres di Gedung Merah Putih KPK meneguhkan komitmennya untuk memberantas korupsi. Mereka menyepakati Penguatan Antikorupsi Untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (Paku Intergritas) Calon Presiden dan Wakil Presiden yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu malam, 17 Januari 2024.

Masa tunggu coblosan 14 Februari 2024 terus merangsek. Kerumunan di helat paslon untuk memikat rakyat.  Kuasa memang menggoda dan pemilu dirancang sebagai takdir sejarah kekuasaan. Lihatlah. Tahta itu sedang diperebutkan. Kursi otoritas terus membuncahkan aura yang terangnya memendar seluruh ruang nusantara. Demokrasi diajak masuk melalui mekanisme general election memperebutkan kekuasaan secara sah. 

Paslon tengah bertandang ke sana kemari untuk meraih simpati pemegang mandat yang kalkulasi kuantitatifnya sedang diundi. Itulah perlakuan sama dalam demokrasi. Orang waras dengan “orang aneh” berbobot sepadan dalam balutan sama-sama manusianya.

BACA JUGA: Anies Tegaskan Komitmennya Memberantas Korupsi dalam Paku Integritas KPK

Tidak peduli kiai, santri atau pekerja serabutan serta ulama dan para resi berderajat “sepanggung orang pada umumnya”. Setiap orang dalam level apapun tidaklah elok diperbandingkan. Hitungannya sama saja. Tiada kasta dalam demokrasi. Bahkan suara rakyat terwakili dalam tanda gambar dan sekubus kardus.  

Memperebutkan Jabatan

Gambar-gambar itu berjajar di pinggiran jalan. Sejatinya buat apa? Inilah era jabatan diperebutkan. Menjadi pemegang kuasa sangat menarik minat. Para calonnya tampak sumringah memasang alat peraga di ruas-ruas yang tidak elok: yang penting nampang.

Kursi-kursi empuk dewan yang selama ini kerap melompong karena kahadirannya cukup melalui tanda tangannya. Kursi itu kian moncer untuk diraih dengan pertarungan yang tampak ganas memanas. Orang-orang “pecinta kuasa” memperkuat sosialisasi yang acap kali menorehkan citanya tinggi-tinggi.

Ada gumam mempertahankan lebih baik daripada diganti. Maka gelombang suara demokrasi tiada peduli dengan agenda kenaikan pajak tinggi-tinggi. Kekuasaan itu ternyata penting sehingga ada yang hendak merebut di satu sisi dan di sisi yang lain harus mempertahankan.

Saya dan Anda mungkin hanya sekadar menyaksikan betapa hebohnya pertarungan dalam ring demokrasi ini berlangsung. Pada titik ini saya terus menepikan diri saja karena berada di pinggir terkadang semakin jelas mengetahui tingkah pola. Melihat dari jarak sedikit jauh itu terang adanya. 

Terang karena awan yang gelap dapat disikapi sebagai pemantul rembulan yang sedang gerhana. Sinar yang terang dapat saja kelam akibat mendung yang bergulung-gulung dan kekuasaan itu menyangkut seni pemahaman. Pencitraan adalah sirkus yang harus dilalui bagi siapa saja yang tampil untuk meraih “sabda rakyat”. 

Dalam tradisi kejawen, saya sudah sangat akrab dengan era perebutan tahtah itu dengan menyimak pesan-pesan langit. Bintang gemintang yang bertebaran dalam keluasan cakrawala menyajikan suara seru yang lirih meski terkadang menggelegar. 

Tumbangnya pohon dapat saja terjadi dan cemlorot cahaya menuju ke arah mana akan dapat diketahui, siapa pemenangnya. Atau teguhnya kursi kekuasaan dan cahaya itu menggumpalkan diri di pelataran para petarung. Gumparan sinar yang benderang di ujung malam adalah penanda paling fenomenal tentang peralihan ataukah peneguhan kekuasaan.

Itulah wahyu kekuasaan alias ndaru, alias pulung yang mengemas tradisi akan hinggap kepada insan yang akan memenangkan pertarungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: