Nasionalisme Ekonomi untuk Indonesia Maju 2045
Ilustrasi nasionalisme ekonomi dan Indonesia maju 2045-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
NASIONALISME EKONOMI
Populer pascakrisis ekonomi 2008, nasionalisme ekonomi meyakini pentingnya aktivitas perekonomian memenuhi tujuan bangsanya (Helleiner, 2020). Tidak heran, dekade terakhir banyak pemimpin negara yang terpilih mengedepankan nasionalisme ekonomi atau proteksionisme.
Mempertanyakan manfaat globalisasi, peran negara perlu dihadirkan guna melindungi ekonomi dalam negeri dari kapitalisme global adalah agendanya.
Sejak 2009, Tiongkok menjadi pasar terbesar mobil di dunia. Merek lokal saat ini menguasai +45 persen, hal yang tidak terbayangkan 20 tahun yang lalu. Bahkan untuk mobil listrik, penguasaan pasarnya +80 persen.
BACA JUGA: Sapa Warga Sragen Di Konser Indonesia Maju, Gibran Berikan Pesan Pemilu Damai
Persentase itu makin besar untuk white goods products (seperti kulkas, AC, dan TV). Bahkan, untuk digital marketplace, pemain lokal menguasai lebih dari 80 persen.
Program made in China 2025, dilanjutkan dengan program created in China 2035, akan menjadikan produk dalam negeri Tiongkok menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Dengan identitas nasional yang tinggi, Jepang dan Korea Selatan tidak memiliki kesulitan untuk nasionalisme ekonominya. Semangat yang sama sedang diperjuangkan Vietnam, dengan meluncurkan mobil listrik bermerek VinFast.
BACA JUGA: Indonesia Maju 2045
Tentu patut ditunggu apakah akan menguasai pasar domestik sebelum memasuki pasar global, termasuk Indonesia. Yang jelas, nilai kapitalisasi pasarnya per 28 Agustus 2023 nomor ketiga terbesar di dunia setelah Tesla dan Toyota.
Sedangkan Malaysia, 58,33 persen pasar domestiknya dikuasai oleh Perodua dan Proton. Meskipun, kepemilikan dua merek tersebut tersebar pada beragam pemilik merek global.
BACA JUGA: Temui Relawan di Indonesia Arena, Prabowo-Gibran Bagikan Tekad Untuk Menyongsong Indonesia Maju
REKOMENDASI
Tentu patut diapresiasi usaha pemerintah Indonesia menghilirisasi bahan tambang walaupun mendapatkan gugatan di WTO. Namun, hilirisasi tidaklah cukup untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan volume ekonomi Indonesia lima kali lipat dari sekarang pada 2045.
Besarnya pasar Indonesia memberikan jaminan skala ekonomi bagi produsen lokal untuk belajar, membangun kapabilitas, dan tumbuh (Malerba dkk., 2017) serta menjadi lokomotif pertumbuhan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: