Besok Cap Go Meh Dirayakan, Ini Sejarah dan Tradisinya

Besok Cap Go Meh Dirayakan, Ini Sejarah dan Tradisinya

Masyarakat Tionghoa kembali merayakan Cap Go Meh pada Sabtu, 24 Februari 2024. Suatu perayaan yang menjadi puncak dari rangkaian Hari Raya Imlek dengan segala tradisi khasnya. -Adek Berry-AFP

HARIAN DISWAY - Masyarakat Tionghoa kembali merayakan Cap Go Meh pada Sabtu, 24 Februari 2024. Suatu perayaan yang menjadi puncak dari rangkaian Hari Raya Imlek dengan segala tradisi khasnya.

Cap Go Meh berasal dari bahasa Hokkien, Chap Go Meh (十五冥), artinya malam kelima belas, menandai akhir dari perayaan Tahun Baru Imlek yang dirayakan lima belas hari setelahnya.

Acara ini dimulai dengan doa di vihara atau klenteng, dilanjutkan dengan iringan kenong, simbal, dan pertunjukan barongsai. Meskipun istilah Cap Go Meh lebih umum digunakan di Indonesia dan Malaysia, di Tiongkok sendiri perayaan ini dikenal sebagai Festival Lampion.

Pada Hari Raya Cap Go Meh, masyarakat Tionghoa sering mengadakan pawai di jalanan dengan pertunjukan barongsai yang memukau. Dimulai dari kelenteng.

Selain itu, lampion-lampion yang indah juga sering dipasang di jalan-jalan utama, menambah kemeriahan dan keindahan perayaan ini.

BACA JUGA: Belajar Kebinekaan Lewat Wayang Potehi dan Lontong Cap Go Meh

Sejarah Cap Go Meh

Perayaan Cap Go Meh atau yang dikenal sebagai festival lentera telah mewarnai sejarah selama sekitar 2 ribu tahun. Mulai dari masa Dinasti Han (202 SM-220 M).

Asal usulnya mungkin telah menjadi misteri seiring berjalannya waktu, tapi masyarakat Tionghoa memiliki dua cerita yang berbeda untuk menjelaskan asal-usulnya.

Cerita pertama mengaitkan Cap Go Meh dengan masa Kaisar Ming dari Han (58-75 M), seorang pendukung Buddhisme. Kaisar Ming mengetahui kebiasaan para biksu Buddha menyalakan lentera pada hari ke-15 bulan pertama dalam kalender lunar.

Sejak itu Kaisar Ming memutuskan untuk mengadopsi praktik tersebut di istananya. Tradisi ini berlanjut hingga menjadi Festival Lentera yang kita kenal saat ini.

Cerita kedua mengisahkan pembalasan dendam Kaisar Langit terhadap penduduk desa yang membunuh burung bangau kesayangannya. Putrinya merasa kasihan pada warga desa sehingga memberitahu mereka tentang rencana ayahnya.

Untuk mengelabui Kaisar Langit, penduduk desa menggantungkan lentera merah, menyalakan petasan, dan memenuhi desa dengan cahaya, menghindarkan mereka dari malapetaka yang akan datang.

BACA JUGA:Usai Festival Cap Go Meh, Pemkot Jadikan Kya-kya Simbol Toleransi Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: