Khasanah Ramadan (13): Beruzlah Mencari Hening

Khasanah Ramadan (13): Beruzlah Mencari Hening

BERUZLAH: Selama Ramadan, banyak yang menyendirikan jiwa raga untuk menemukan kesejatian. Me-nyuwung-kan jasad memendarkan ruhani menyapa Illahi dengan gerakan uzlah, topo, memes rogo lan roso, bertahannuts, berkhalwat, bermeditasi. --

Begitu juga tawa dan tangis, tarian dan kesunyian, nestapa dan harapan. Terekam juga lorong yang berujung di ruang bawah tanah tempat tinggal para tuna wisma. Sementara di atasnya berdiri kokoh benteng kuno tempat tinggal hantu dan jin-jin yang dianggitkan.

Bahkan penepian dan pencarian keheningan itu ada yang sampai ke gunung-gunung. Mereka menempuh jelajah hening, ruang sunyi, sisi tepi, dan pusat energi yang imun dari gemerlap duniawi. 

Menyendirikan jiwa raga untuk menemukan kesejatian. Me-nyuwung-kan jasad memendarkan ruhani menyapa Illahi dengan gerakan uzlah, topo, memes rogo lan roso, bertahannuts, berkhalwat, bermeditasi. Mendialogkan diri kepada Yang Maha Tinggi. Apa yang pernah dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad SAW di Gua Hira. 

Langkah ini ditempuh beliau mengingat di luaran Gua Hira terjadi tragedi kehidupan yang mengerikan. Manusia kehilangan martabatnya dengan bertindak mungkar, zalim, dan nista.

Pembunuhan anak-anak perempuan yang baru lahir dan merendahkan derajat perempuan serta menjadikan materi (batu maupun adonan kue) sebagai sesembahan atau berhala. Semua itu adalah ekspresi jiwa yang sangat  jahiliah. Bodoh sebodoh-bodohnya. 

Nabi Muhammad Saw terpanggil untuk mengatasi kejahiliahan jiwa ini mengingat  secara fisik bangsa Quraisy amatlah maju infrastrukturnya. Makkah adalah pusat adat dan perdagangan.

Kota transkafila yang menguntungkan secara ekonomi.  Makkah memiliki sumber daya teologis sempurna dari Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS dengan Ka’bah dan sumur zamzam. 

BACA JUGA: Khasanah Ramadan (14): War Takjil Pemersatu

Hanya saja akibat watak jahiliah -orang cerdas tanpa hidayah- inilah yang mempertindakkan manusia menjadikan Baitullah diberi ornamen patung-patung, arca-arca yang disembah sebagai Tuhan.

Selingkup kahanan yang memeriahkan  hati Baginda Muhammad SAW hingga Allah SWT menjawab dengan penyampaian wahyu pada 17 Ramadan. Dalam hitungan Hijriah, saat itu ”deklarasi utusan Tuhan” Rasulullah Muhammad SAW dalam usia 40 tahun, 6 bulan 12 hari. 

Diwahyukan Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. 

Perintah itu spektakuler. Pencahayaan iman dan ilmu secara integral. Bagi saya sendiri, membaca berbagai buku adalah segolongan beruzlah. Bagian mengheningkan diri di tengah ramainya perkotaan. (*)

Oleh: Suparto Wijoyo: Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: