Model Murni Korporat atau Semibirokrat: Format Ideal Tata Kelola Sumber Daya Alam
ILUSTRASI model murni korporat atau semibirokratdalam mengelola sumber daya alam Indonesia yang dinakhodai Prabowo-Gibran. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BILA nanti Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pasangan calon 01 (Anies-Muhaimin) dan pasangan calon 03 (Ganjar-Mahfud), Prabowo-Gibran menjadi nakhoda pemerintahan Indonesia lima tahun mendatang.
Dalam berbagai kesempatan, terutama pada saat kampanye dalam rangka pilpres, Prabowo-Gibran yang mengusung tagline sebagai penerus Jokowi menyikapi berbagai kritik terhadap pengelolaan sumber daya alam Indonesia dengan mengisyaratkan bahwa di samping fokus pada hilirisasi, mereka mengatakan pemerintah akan lebih banyak hadir untuk menyelesaikan urusan-urusan (termasuk urusan pengelolaan/pemanfaatan sumber daya alam).
Itu dilakukan agar urusannya lebih bersih dari pelanggaran hukum, lebih efektif dan efisien, serta lebih banyak memberikan kontribusi pada penerimaan negara. Juga, lebih bermanfaat bagi rakyat Indonesia.
BACA JUGA: Kuasai Isu Kota Layaknya Birokrat atau Politisi Senior
Beberapa hari belakangan ini negeri ini dihebohkan dengan penahanan Helena Lim dan Harvey Moeis atas dugaan korupsi Rp 271 triliun dari kegiatan penambangan timah ilegal yang terdiri atas kerugian ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan kerugian pemulihan lingkungan di dalam dan di luar kawasan hutan.
Dugaan itu kemungkinan akan menjadi polemik di dalam proses penuntutan di pengadilan nantinya. Sebab, dapat diduga penasihat hukum para terdakwa akan men-challenge soal tuduhan korupsi.
Pasalnya, sangat mungkin mereka tidak sepakat dengan tuduhan kejahatan korupsi meski mungkin sepakat dengan pelanggaran hukum administrasi maupun pidana lingkungan dan atau kehutanan.
BACA JUGA: PSSI dan Korporatisme Negara
Namun, kali ini kita belum membahas soal itu.
Kembali pada soal tata kelola sumber daya alam, di sektor minyak dan gas bumi serta mineral lainnya, pemerintahan Jokowi selama dua periode memerintah telah menentukan posisi bahwa pemerintah perlu lebih banyak ”terlibat langsung” dalam pengusahaan sumber daya alam (sektor energi dan sumber daya mineral) melalui ”tangan-tangan” pemerintah, yaitu BUMN.
Contoh nyata di sektor SDA migas: Blok Mahakam, Blok Sanga-Sanga, Blok East Kalimantan, Blok Rokan pada zaman Ignasius Jonan menjadi menteri ESDM telah diserahkan operatornya kepada Group Pertamina.
Di sektor SDA mineral lainnya pun telah ditetapkan kebijakan pengambilalihan saham mayoritas di Freeport oleh BUMN.
Pendek kata, urusan-urusan pengelolaan SDA yang dahulu dijalankan dengan ”murni korporasi”, yakni pemerintah dan atau ”tangan-tangan pemerintah” (BUMN) tidak banyak terlibat, sekarang dibahas serius oleh pemerintah di dalam pemerintahan, kemudian diputuskan melalui kebijakan-kebijakan pemerintahan.
Akibatnya, pemerintahan Jokowi (menteri-menteri terkait pada kabinet Jokowi) pun sangat sibuk memikirkan untuk mencarikan modal/pendanaan untuk BUMN-BUMN tersebut. Mereka sibuk ikut menghitung proyeksi untung rugi pengelolaan SDA-SDA tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: