Sulitnya Uji DNA Mayat Hangus Korban Kecelakaan Sopir Microsleep

Sulitnya Uji DNA Mayat Hangus Korban Kecelakaan Sopir Microsleep

ILUSTRASI Uji DNA korban kecelakaan sopir microsleep Ukar Karmana dirasa sulit karena korban hangus 100 persen.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Uji DNA sudah sangat sering dilakukan di labfor Polri untuk aneka pengungkapan identitas manusia. Pada tiga dekade lalu dan sebelumnya, uji DNA cuma bisa dilakukan di Jerman. Pun, biayanya sangat mahal. Kini setiap saat bisa dilakukan di labfor Polri.

BACA JUGA: Microsleep, Kondisi yang Dialami Supir Vanessa Angel Saat Kecelakaan

Tapi, untuk jenazah gosong total seperti penumpang Gran Max itu pasti sangat sulit. Sebab, berdasar riset, suhu bakar di dalam kabin mobil yang terbakar sampai apinya mati sendiri diperkirakan sekitar 1.652 derajat Fahrenheit  (sekitar 900 derajat Celsius). 

Padahal, pada suhu itu, kulit, daging, dan lemak manusia sudah habis meski dalam waktu bakar cuma 15 menit. Bahkan, organ tubuh manusia terkuat (tulang) sudah hancur pada suhu antara 662 derajat Fahrenheit (sekitar 350 derajat Celsius) dan 1.022 F (550 C). 

Dikutip dari The Conversation, 18 Agustus 2023, berjudul Identifying fire victims through DNA analysis can be challenging − a geneticist explains what forensics is learning from archaeology, diuraikan tingkat kesulitan uji DNA untuk korban terbakar.

Itu tulisan karya Prof Anne Stone, guru besar evolusi manusia dan perubahan sosial dari Arizona State University, Amerika Serikat (AS). Untuk mengurai uji DNA itu, Stone menerima dana dari National Institute of Justice (NIJ) AS.

Dijelaskan, bagi korban tewas kebakaran, khususnya mereka yang terjebak dalam kebakaran hebat dan berkepanjangan, DNA mungkin sangat terfragmentasi sehingga membuat analisis menjadi sangat sulit. 

Suhu tinggi menyebabkan ikatan antarmolekul, termasuk nukleotida, terputus. Hal itu menyebabkan fragmentasi dan akhirnya membikin kehancuran DNA.

Tulang dan gigi sering kali merupakan sisa-sisa setelah kebakaran. Peneliti forensik telah mempelajari bagaimana karakteristik tulang seperti warna dan komposisi berubah seiring tingkat ketinggian suhu. 

Tim peneliti saya (Prof Anne Stone) menggunakan informasi ini untuk mengklasifikasikan tingkat pembakaran yang dialami sampel tulang manusia.

Dalam menyelidiki pelestarian DNA dalam sampel tersebut, kami menemukan bahwa terdapat titik signifikan degradasi DNA ketika tulang mencapai suhu antara 662 derajat Fahrenheit (350 derajat Celsius) dan 1.022 F (550 C). 

Sebagai perbandingan, prosesi kremasi tubuh jenazah dimasukkan tabung bersuhu 1.400 hingga 1.600 F (760 hingga 871 C) selama 30 hingga 120 menit. Kebakaran kendaraan, suhu dalam kabin biasanya mencapai 1.652 derajat F (900 C) meski berlangsung dalam jangka waktu yang singkat. Sebab, api segera dipadamkan petugas pemadam kebakaran.

Tim Prof Stone menemukan bahwa kemungkinan menghasilkan data pengulangan tandem pendek atau data urutan DNA mitokondria berkualitas tinggi, baik menggunakan metode DNA forensik atau kuno, menurun secara signifikan pada suhu lebih dari 1.022 F (550 C). Atau dengan kata lain, pada suhu di bawah suhu di dalam kabin mobil yang terbakar.

Singkatnya, seiring meningkatnya suhu dan waktu pemaparan, jumlah DNA yang tersisa berkurang. 

Alhasil, hanya sebagian profil DNA yang dapat membatasi kemampuan analis untuk mencocokkan korban dengan kerabatnya dengan kepastian statistik yang tinggi atau mencegah hasil sama sekali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: