Spirit Iduladha, Katalisator Intoleransi Ekonomi
ILUSTRASI Spirit Iduladha, Katalisator Intoleransi Ekonomi-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bertalian dengan sistem ketatanegaraan yang kian liberal, dalam politik yang justru membuahkan subsistem ekonomi yang sentralistis, terjadilah mayoritas dalam jumlah, baik tinjauan populasi maupun agama berposisi sebagai minoritas di bidang kapasitas ekonomi.
Dalam konteks ini, minoritas dalam populasi mempunyai potensi ekonomi yang sangat digdaya jika dibandingkan dengan mayoritas dalam populasi yang posisi ekonominya sangat rentan dan marginal. Oleh karena itu, perlu dimaknai bahwa toleransi tidak semata dilihat dalam spektrum populasi, tetapi juga dalam spektrum kekuatan ekonomi.
BACA JUGA: Bacaan Niat Kurban Iduladha untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Mereka yang memiliki potensi atau kekuatan ekonomi akibat akumulasi modal di tangan segelintir orang (oligarki ekonomi), yang justru minoritas secara populasi, seyogianya sadar terhadap bahayanya eksplosi atau ledakan sosial jika ketimpangan kekuatan ekonomi itu tidak terdistribusi secara adil dan merata.
Selaras dengan tujuan pembangunan ekonomi, spirit pengorbanan Iduladha menciptakan keadilan sosial. Namun, ketika keadilan sulit ditegakkan karena adanya sikap intoleransi ekonomi pemilik modal raksasa, sangat rentan muncul letupan-letupan ketidakpuasan kelompok yang termarginalkan secara ekonomi.
Mohammad Hatta (1975), salah seorang proklamator kita, jauh hari telah berpesan bahwa damai hanya bisa tegak di atas keadilan sosial. Dengan demikian, jangan berharap ada perdamaian (toleransi) jika keadilan tidak tegak (intoleransi).
BACA JUGA: Hukum Potong Kuku dan Rambut Sebelum Iduladha, Boleh atau Tidak?
Karena itu, fakta-fakta ketidakadilan dan intoleransi ekonomi harus diamputasi. Bagaimana mungkin rakyat Indonesia bisa hidup toleran jika pendapatan negara dinikmati oleh 20 persen kelompok masyarakat terkaya.
Sebaliknya, 80 persen penduduk (lebih dari 225 juta jiwa) rawan tertinggal. Ataukah 50 orang terkaya di Indonesia (2023) tercatat tumbuh fantastis, meningkat 40 persen menjadi USD 252 miliar atau ekuivalen Rp 3.906 triliun (asumsi kurs Rp15.500/dolar AS) dari semula USD 180 miliar (Rp 2.790 triliun).
Artinya, kekayaan konglomerat RI terdongkrak sebesar Rp 1.116 triliun dalam kurun waktu setahun!
BACA JUGA: 5 Tip Memilih Hewan Kurban yang Baik untuk Iduladha
Bahkan, jika merujuk pada Indeks Oligarki/Material Power Index (Winters, 2009), ketimpangan itu kian menganga. Merujuk pada data Forbes (2022), jumlah rata-rata kekayaan 40 orang terkaya dibagi pendapatan per kapita, pada 2014, sebesar 678.000 kali lipat. Pada 2018 sebesar 750.000 kali. Pada 2020 sebesar 822.000 kali. Pada 2022 sebesar 1.060.500 kali lipat!
Penguasaan sumber daya ekonomi dan politik yang tumpang tindih dan berlarut hingga saat ini dipicu kelompok oligarki yang memiliki immunity to change (Hadiz, 2013, Robison, 2004). Perburuan rente yang terjadi di Indonesia tampak dalam the crony capitalism index yang secara berkala dirilis majalah The Economist.
Praktik-praktik kronisme membuat ekonomi berjalan tidak efisien dan bersirkulasi pada kelompok tertentu.
BACA JUGA: Pemerintah Tetapkan Hari Raya Iduladha 1445 H Jatuh Pada 17 Juni 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: