BUMD Tersandera

BUMD Tersandera

ILUSTRASI BUMD tersandera.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

UNDANG-UNDANG Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) tak hanya memusingkan pemerintah kabupaten/kota, tapi juga pemerintah provinsi. Sebab, UU yang dipertegas dengan PP 35/2023 itu juga mengancam pendapatan provinsi. Terutama dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Provinsi Jawa Timur, misalnya, mengeklaim pendapatan PKB dan BBNKB akan turun hingga Rp 4 triliun. 

Karena itulah, pemprov bakal mencari sumber pendapatan lain untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Di antaranya, melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Perusahaan-perusahaan milik pemprov itu ditargetkan bisa terus menaikkan setoran dividen ke PAD.  

BACA JUGA: Tantangan Dahlan Iskan: BUMD Subang Go Public dalam Tiga Tahun

Tahun ini BUMD ditargetkan bisa memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar Rp 471,79 miliar. Sementara itu, hingga kini, realisasi PAD dari BUMD mencapai Rp 459,79 miliar. Tentu, tahun depan diharapkan kontribusi BUMD bisa meningkat pesat. 

Selama ini kontribusi BUMD Jawa Timur terhadap PAD memang sangat rendah. Tahun 2023, realisasi pendapatan pemprov Rp 33,76 triliun. Sementara PAD Rp 22,32 triliun. Dengan dividen  yang diterima pemprov Rp 459 miliar, berarti kontribusi BUMD terhadap PAD hanya 2,05 persen. Bahkan, terhadap APBD hanya 1,36 persen. Sangat kecil. 

Secara umum, APBD pemerintah daerah masih sangat mengandalkan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Catatan di Kemenkeu, rata-rata transfer pemerintah pusat mencapai 51 persen terhadap APBD provinsi. PAD berkontribusi rata-rata 46 persen. Di pemerintah kabupaten/kota, kontribusi PAD terhadap APBD sangat kecil. Hanya 7 persen kabupaten dan 17 persen untuk kota. Dana perimbangan mencapai 87 persen APBD.

BACA JUGA: Genjot UMKM Surabaya, Libatkan BUMD

Dengan UU HKPD, potensi pendapatan pajak daerah bagi pemerintah provinsi memang bakal turun signifikan. Pajak kendaraan bermotor (PKB), misalnya. Tarif dan bagian provinsi berubah cukup besar jika dibandingkan dengan UU 28/2009.  

Dalam skema lama, tarif PKB ditetapkan 2 persen dari harga kendaraan bermotor. PKB dikutip provinsi dan dibagihasilkan kepada pemkab/kota. Pemprov memperoleh bagian 70 persen dan pemkab/pemkot memperoleh 30 persen.

Dalam UU HKPD dan PP 35/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PKB tidak lagi menjadi pajak bagi hasil. Pemprov akan mengutip PKB dengan tarif 1,2 persen dan pemkab/pemkot menarik pajak opsen sebesar 66 persen dari tarif pemprov. 

Dengan demikian, pemprov akan memperoleh 1,2 persen, sementara dengan sistem lama memperoleh 1,4 persen (70 persen x 2 persen). Dengan hitungan itu, pendapatan pemprov akan turun sekitar 0,2 persen basis poin atau sekitar 14 persen. Sementara itu, pemkab/pemkot akan memperoleh 66 persen dari 1,2 persen atau 0,792 persen. 

Sebelumnya, pemkab/pemkot  memperoleh 0,6 persen (30 persen x 2 persen). Dengan sistem itu, pendapatan pemkab/pemkot akan naik 32 persen, yaitu dari 0,6 persen menjadi 0,792 persen.  

Sementara itu, pemkab/pemkot juga terdampak UU 1/2022 itu. Pajak parkir, misalnya, turun dari 25 persen menjadi hanya 10 persen. Berarti, akan turun 60 persen. Pemkab/pemkot juga berpotensi kehilangan pendapatan cukup besar dari retribusi. Banyak jenis retribusi berdasar UU 28/2009 dihapus dalam UU 1/2022. 

TERKENDALA PP 54/2017

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: