Menyusuri Jejak Revolusi Kota Lama Surabaya (3-habis): Butuh Penjelasan Historis Biar Tak Sauvinistis

Menyusuri Jejak Revolusi Kota Lama Surabaya (3-habis): Butuh Penjelasan Historis Biar Tak Sauvinistis

Keceriaan anak-anak berkeliling Kota Lama Surabaya pada Sabtu sore, 13 Juli 2024.-Sahirol Layeli/Harian Disway-

Kota Lama Surabaya menjadi magnet baru bagi masyarakat. Wisata heritage itu tak pernah sepi pengunjung sejak diresmikan pada awal Juni lalu. Namun, masih perlu dilengkapi dengan sejumlah fasilitas lagi untuk mendukung edukasi sejarah.

—--

Selain menjadi tempat berkumpul, banyak kegiatan-kegiatan positif yang bisa dilakukan di kawasan Kota Lama Surabaya. Seperti program walk tour Komunitas Roodebrug Soerabaia yang diikuti puluhan anak-anak. Yakni dengan jalan-jalan keliling zona Eropa pada Sabtu sore, 13 Juli 2024.

Kegiatan itu dibimbing langsung oleh Ady Setyawan selaku founder Komunitas Roodebrug. 

Tentu sembari berkisah tentang sejarah dari setiap tempat yang dilewati. Termasuk pertempuran hebat di Jembatan Merah yang menewaskan Brigadir Jenderal AWS Mallaby.

Ditemui selepas kegiatan, Ady mengungkapkan apresiasinya kepada Pemkot Surabaya karena telah menambah deretan wisata sejarah di kota dengan julukan Pahlawan. Namun, ia juga memberi satu catatan khusus.

BACA JUGA:Menyusuri Jejak Revolusi Kota Lama Surabaya (1): Kenalkan Sejarah Surabaya

BACA JUGA:Menyusuri Jejak Revolusi Kota Lama Surabaya (2): Cara Asyik Belajar Sejarah Sejak Dini


Anak-anak yang mengikuti program walk tour Kota Lama Surabaya tengah menikmati suasana sore di dekat Jembatan Merah, kawasan Kota Lama Surabaya.-Sahirol Layeli/Harian Disway-

Menurutnya, Kota Lama Surabaya ini hanya menonjolkan satu era, yakni era kolonial Hindia-Belanda. Narasi-narasi sejarah terkait revolusi belum begitu diangkat oleh Pemkot Surabaya.

“Walaupun di sini nampak main point replika mobil Mallaby. Tetapi, secara umum, apa itu perang Surabaya, kenapa bisa terjadi, kenapa kita memilih bertempur, itu belum ada di wisata Kota Lama Surabaya,” ujarnya.

Bagi Ady, poin itu begitu penting. Apalagi, dirinya kerap mendapat pertanyaan tentang bagaimana kepedulian anak muda terhadap sejarah. “Menurut saya, bukan tidak peduli. Tetapi, masalahnya adalah ada informasi yang terputus,” ujarnya.

BACA JUGA:Habis Revitalisasi Kota Lama, Terbitlah Surabaya Waterfront Land

BACA JUGA:Disaksikan Ribuan Warga, Kota Lama Surabaya Resmi Dibuka

Ia menganalogikan pada 1970 hingga 1990-an. Buku-buku tentang perang di Surabaya mudah ditemukan. Berbeda dengan saat ini, buku-buku sejarah sulit sekali dicari, bak hilang ditelan bumi.

“Padahal saat ini akses itu banyak. Jadi, adanya informasi yang terputus itu membuat mereka jadi tidak tahu,” ungkapnya. Tidak tahu bukan berarti tidak peduli. Sebab, buktinya wisata Kota Lama Surabaya mendapat antusiasme yang besar. Yang kurang hanyalah akses dan ketersediaan informasi.

Sementara itu, Sejarawan Universitas Airlangga Sarkawi B. Husain juga mengungkapkan pandangannya tentang Kota Lama Surabaya. Ia menyambut positif langkah Pemkot Surabaya untuk menghidupkan kembali suasana tempo dulu.

"Daripada mangkrak menjadi gudang dan tempat yang menyeramkan. Jadi, lebih baik dialihfungsikan menjadi tempat yang bermanfaat," ucapnya saat dihubungi, Senin, 15 Juli 2024. Dengan catatan, harus tetap menjaga aspek histori. Penataan wisata tidak boleh menyalahi aturan pengelolaan cagar budaya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: