Penerapan Pajak Karbon, Siapa Yang Untung?

Penerapan Pajak Karbon, Siapa Yang Untung?

ILUSTRASI penerapan pajak karbon, siapa yang untung?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: Pertamina Ungkap Kontribusi Tekan Emisi Karbon Lewat NBS, Ini Penjelasannya

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Indonesia seharusnya sudah menerapkan pajak karbon secara terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara pasca diratifikasinya UU tersebut. 

Sayangnya, rencana itu sempat ditunda hingga Juli 2022 sebelum kemudian batal dan direncanakan untjuk diberlakukan pada 2025.

URGENSI PEMBERLAKUAN

Berdasar data World Research Institute (WRI), Indonesia termasuk sepuluh negara penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di dunia. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia setara dengan 2 persen emisi dunia. 

BACA JUGA: Tanam 200 Pohon, Terminal Teluk Lamong Bantu Serap 25 Ton Emisi Karbon

BACA JUGA: Jaga Kelestarian Lingkungan, 3.174 Maba Untag Diajak Hitung Jejak Karbon

Karena itu, pajak karbon telah diterapkan negara-negara lain dan terbukti memberikan dampak positif terkait emisi karbon. Berdasar laporan Bank Dunia, State and Trends of Carbon Pricing 2002, terdapat 37 negara yang sudah menerapkan pajak karbon. 

Sebetulnya, Indonesia mampu menerapkan pajak karbon sebagai bentuk komitmen pelaksanaan green economy (ekonomi hijau). Green economy merupakan perekonomian yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sejalan dengan pengurangan risiko terhadap perusakan lingkungan. Maka, kebijakan pemberlakuan pajak karbon dinilai sebagai langkah tepat untuk menekan emisi karbon.

Meski UU HPP telah dilegalisasi sejak 2021, implementasi penerapan pajak karbon di sini tidak serta-merta dilakukan setelah ketentuan tersebut diundangkan. Terdapat beberapa faktor di balik tertundanya pemberlakuan pajak karbon di Indonesia. 

BACA JUGA: Jepang Bagikan Data Emisi Karbon Negara Berkembang, Hasil Observasi Satelit Ibuki II

BACA JUGA: Tangani Emisi Karbon, Tingkatkan Kinerja

Pertama, peraturan terkait pajak karbon yang masih perlu dimatangkan (termasuk aturan teknisnya). 

Kedua, penerapan pasar karbon yang belum sepenuhnya bisa diterima para pelaku industri beremisi polutan dengan alasan mereka masih berkutat pada upaya pemulihan kondisi dari wabah Covid-19 yang sempat menghantamnya. 

Ketiga, belum terdapat kejelasan benefit apa yang diterima para pelaku industri yang bermain di sektor industri berpolutan, apakah berupa insentif fiskal atau insentif lainnya yang berupa nonfiskal. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: