PP 28/2024 dan Ribut Soal Rokok Eceran

PP 28/2024 dan Ribut Soal Rokok Eceran

Ilustrasi larangan rokok eceran.-Copilot-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, sedang menjadi buah bibir di masyarakat.

Dalam regulasi tersebut, terdapat larangan bagi masyarakat untuk menjual rokok secara satuan (eceran). Aturan itu tertuang dalam pasal 434 ayat (1) huruf C.

Aturan yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat, 27 Juli 2024 lalu, mendapat respon beragam dari masyarakat. Termasuk penolakan.

BACA JUGA:Jokowi Larang Warga Jual Rokok Eceran, Ini Alasannya

Seperti Fais Putra. Pegawai swasta asal Gunung Anyar, Surabaya itu tidak setuju dengan larangan penjualan rokok eceran

“Karena di beberapa kalangan masyarakat, khususnya pedagang di warkop-warkop, rokok eceran sudah menjadi kebutuhan," ujarnya kepada Harian Disway, Rabu, 31 Juli 2024.

Fais termasuk pelanggan rokok ketengan. Meski tidak sesering itu. Fais beberapa kali membeli rokok eceran dengan harga Rp 3 ribu per batang.

Menurutnya, larangan penjualan rokok eceran ini jelas merugikan masyarakat kalangan menengah ke bawah. 

"Tidak semua orang (perokok, red) mampu beli rokok satu bungkus. Saya pun masih beli eceran, apalagi kalau tanggal tua. Kalau ini dilarang, saya kurang setuju," imbuh laki-laki berusia 26 tahun itu.

BACA JUGA:RPP Kesehatan Baru: Pedagang Dilarang Berjualan Rokok Di Dekat Sekolah dan Area Bermain, Radius Larangan Hingga 200 Meter

Ihsan Nurkhotib juga memberikan respons serupa. Terlepas dari setuju atau tidak setuju, pemuda asal Gubeng ini lebih menyoroti alasan  dibalik larangan tersebut.

"Seperti biasa, peraturan pemerintah itu seringkali tiba-tiba keluar tanpa penjelasan yang jelas. Oke, misal untuk mengurangi jumlah perokok. Tetapi apakah ini sudah tepat?" ujarnya.

Menurut Ihsan, ini bukan masalah sepele. Apalagi, market perokok di Indonesia tidak kecil. Pemerintah seharusnya melakukan kajian, sebelum membuat aturan.

Dengan begitu, regulasi yang dibuat bisa menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan. Tentu diselesaikan berdasarkan data, bukan intuisi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: