Dilema Pengenaan Bea Masuk Antidumping Produk Impor dari Tiongkok

Dilema Pengenaan Bea Masuk Antidumping Produk Impor dari Tiongkok

ILUSTRASI dilema pengenaan bea masuk antidumping (BAMD) produk impor dari Tiongkok.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

WACANA pemerintah yang hendak menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk impor tertentu telah memantik pro-kontra. Rencana pengenaan bea masuk hingga ratusan persen tersebut mencuat sebagai respons atas banjirnya produk tekstil dan keramik impor asal Tiongkok yang belakangan disinyalir jadi biang keladi industri dalam negeri terpuruk. 

Desakan sejumlah pengusaha kepada pemerintah untuk mengenakan BMAD yang kabarnya hingga 200 persen malah dikhawatirkan berpotensi memicu terjadinya perang dagang yang ujung-ujungnya akan merugikan posisi Indonesia sendiri.

 

Sebagai gambaran, posisi neraca dagang Indonesia dengan Tiongkok yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2024 menunjukkan bahwa kinerja perdagangan Indonesia dengan Tiongkok telah mencatatkan defisit sebesar USD 1,32 miliar. 

BACA JUGA: Lalu Lintas Ekspor-Impor Hasil Produk Perikanan, Sinkronisasi dengan INSW

BACA JUGA: Hari Bumi dan Impor Sampah

Defisit terbesar dengan Tiongkok berasal dari sektor perdagangan komoditas mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya (HS 84), mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya (HS 85), serta plastik dan barang dari plastik (HS 39). 

Selain tekornya neraca dagang dengan Tiongkok, BPS mencatat Indonesia mengalami defisit dengan Australia sebesar USD 0,54 miliar dan Thailand USD 0,32 miliar. Meski demikian, secara keseluruhan BPS juga mencatat kinerja perdagangan Indonesia yang cukup mengagumkan dengan mengalami surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. 

Surplus yang terbentuk pada Mei 2024 ini terutama berasal dari neraca perdagangan Indonesia dengan India yang mencetak keuntungan hingga USD 1,55 miliar. Surplus yang berasal dari sektor bahan bakar mineral (HS 27), logam mulia dan perhiasan (HS 71), serta biji logam terak dan abu (HS 26). 

BACA JUGA: Bea Masuk 200 Persen, Zulhas Hasan: Lindungi UMKM Lokal

BACA JUGA: Eri Imbau Pedagang Grosir Patuhi Satgas Barang Impor Agar Tak Dirazia

Disokong dengan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) tercatat mencapai USD 1,21 miliar dan diikuti Jepang dengan surplus mencapai USD 0,74 miliar. Terakhir, dengan Filipina telah mencatatkan surplus USD 694,8 juta.

Secara historis, surplus dari empat negara tersebut di atas tercatat terus meningkat bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya ataupun bulan yang sama pada tahun lalu. Secara total, kontribusi surplus dari tiga negara tersebut mencapai USD 4,19 miliar. 

Diketahui pula, neraca perdagangan, barang Indonesia kembali mengalami surplus senilai USD 2,93 miliar. Surplus tersebut berasal dari kinerja ekspor yang mencapai USD 22,33 miliar atau naik 13,82 persen (month-to-month/mtm) dan 2,86 persen (year-on-year/yoy). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: