Pakar Hukum Tata Negara Unair: Baleg DPR Langkahi Hierarki Konstitusi
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga M. Syaiful Aris.--Humas Unair
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga M. Syaiful Aris menyatakan bahwa institusi kelembagaan yang melanggar hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengacaukan sistem bernegara di Indonesia.
Kemarin, sidang Baleg (Badan Legislasi) DPR RI telah menyepakati Revisi Undang Undang (RUU) Pilkada tentang batas calon gubernur dan wakil gubernur 30 tahun saat pelantikan.
Semua fraksi, kecuali PDIP, setuju membawa hasil pembahasan itu ke Rapat Paripurna yang dilaksanakan hari ini, Kamis, 22 Agustus 2024.
Kesepakatan Baleg tersebut berbanding terbalik dengan Putusan MK yang telah melakukan pengujian atas Pasal 7 ayat (2) huruf E Undang-Undang Pilkada.
Baleg DPR lebih memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang diketahui hanya menguji peraturan di bawah undang-undang.
BACA JUGA:Hari Ini, Sejumlah Daerah di Indonesia Gelar Aksi Serentak #KawalputusanMK, Berikut Daftarnya
“Secara prinsip putusan MK bersifat final sehingga harusnya dipatuhi dan dilaksanakan,” ujar Syaiful Aris yang dihubungi Harian Disway.
Aris menjelaskan bahwa Putusan MA Nomor 23P/Hum/2024 yang digunakan oleh Baleg DPR hanya putusan atas pengujian Pasal 4 Ayat (1) RKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan peraturan di bawah undang-undang.
Sementara Putusan MK 70/PUU-XXII/2024 menguji Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pilkada.
BACA JUGA:DPR Jadwalkan Ulang Pengesahan RUU Pilkada, Dasco: Kita Lihat Perkembangannya
Berdasarkan hierarki peraturan perundang-undangan, DPR seharusnya mengikuti pengujian peraturan yang lebih tinggi yakni undang-undang. Bukan malah memilih pengujian atas Peraturan KPU untuk menentukan norma dalam RUU Pilkada.
Sebab, hierarki pembentukan peraturan perundang-undangan itu telah dijelaskan dalam undang-undang.
Pasal 10 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan secara jelas menyatakan bahwa materi muatan yang harus diatur dengan Undang- Undang berisi salah satunya adalah tindak lanjut atas putusan MK.
"Sehingga tidak ada alasan bagi DPR untuk tidak menindaklanjuti putusan MK,” terang Syaiful Aris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: Wawancara