Refleksi Program Blue Economy di Hari Kemerdekaan

Refleksi Program Blue Economy di Hari Kemerdekaan

ILUSTRASI refleksi program blue economy di hari kemerdekaan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ketiga, pengembangan budi daya laut, pesisir, dan darat secara berkelanjutan. KKP telah menetapkan lima komoditas unggulan berorientasi ekspor. Yakni, udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan nila. Sayang, di komoditas tersebut juga masih ditemui banyak persoalan. 

Indonesia memang menjadi pengekspor udang ke-4 terbesar di dunia. Akan tetapi, industri udang vaname Indonesia saat ini masih menghadapi masalah laten, yaitu penyakit udang. 

Di samping itu, akhir tahun 2023 harga udang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurut analisis dari Shrimp Club Indonesia (SCI), terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Yakni, kondisi ekonomi global, ketergantungan pasar ekspor ke Amerika Serikat, dan peningkatan produksi dari negara produsen lain seperti Ekuador, India, dan Vietnam. 

Sementara itu, untuk lobster, juga tak kunjung selesai persoalannya. Mulai kasus penyelundupan benih bening lobster (BBL), teknologi budi daya, hingga regulasinya yang masih menjadi perdebatan. Produksi lobster konsumsi Indonesia masih jauh tertinggal dengan Vietnam yang notabene sebagian besar BBL-nya diimpor dari Indonesia. 

Tentu masih banyak lagi persoalan pada perikanan budi daya itu, seperti pakan, kestabilan harga jual, dan lingkungan perairan. Dengan demikian, diperlukan strategi yang komprehensif agar tercapai pembangunan akuakultur berkelanjutan.

Keempat, pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Jumlah pulau di Indonesia yang tercatat hingga tahun 2021 sebanyak 17.000. Lebih dari 10.000 dari jumlah tersebut tergolong pulau-pulau kecil. Namun, saat ini kondisinya masih memprihatinkan. 

Sesuai catatan KKP tahun 2023, terdapat 9 pulau kecil terluar terabrasi, 455 pulau kecil terabrasi, 53 persen pesisir berada dalam kondisi kritis, dan terjadinya degradasi ekosistem pesisir; bakau, terumbu karang, dan lamun. Kemudian, ditemukan adanya sejumlah pulau yang diprivatisasi dan diperjualbelikan.

Regulasi tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sudah ada. Yang diperlukan saat ini adalah akselerasi pembangunannya, yaitu dengan melakukan sinergisitas wilayah, integrasi keilmuwan, serta koordinasi dan komitmen antar pemangku kepentingan dalam mendorong pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang optimal dan berkelanjutan. 

Kelima, pembersihan sampah plastik di laut. Saat ini Indonesia berada di dalam zona akumulasi sampah laut plastik terbesar (great pacific garbage patch). World Population Review memperkirakan, sebanyak 4,8 hingga 12,7 juta metrik ton plastik masuk ke laut setiap tahun. Berdasar laporan tahun 2021, Indonesia menempati peringkat kelima dunia sebagai penyumbang sampah plastik laut, sebelumnya berada di peringkat kedua di bawah Tiongkok. 

Menurut data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), jumlah sampah plastik di laut Indonesia sebanyak 398.000 ton pada 2022. Jumlah itu telah menurun 35,36 persen bila dibandingkan pada 2018. Selama lima tahun terakhir telah terjadi penurunan sampah plastik laut yang cukup signifikan hingga 42,47 persen. 

Dampak yang paling membahayakan dari adanya sampah plastik di laut ini adalah kerusakan ekosistem laut secara menyeluruh. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah plastik laut, antara lain, adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan, pengawasan dan penegakan hukum yang adil, serta pembangunan sarana dan prasarana penanganan sampah yang terintegrasi.

Berbagai persoalan dalam program kebijakan ekonomi biru tersebut sejatinya adalah sebuah tantangan yang harus dicarikan solusinya. Sudah saatnya untuk mewujudkan visi perikanan dan kelautan bangsa ini agar tercapai kedaulatan, keberlanjutan sumber daya, dan kesejahteraan masyarakat. 

Hal itu bisa dicapai melalui perencanaan yang optimal serta dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. (*)


*) Riza Rahman Hakim adalah dosen Prodi Akuakultur, Universitas Muhammadiyah Malang dan pengurus Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Jatim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: