BMKG: Generasi Z dan Alpha Paling Terdampak Perubahan Iklim, Perlu Aksi Nyata
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa Generasi Z dan Alpha paling rentan terkena dampak dari perubahan Iklim-BMKG-
HARIAN DISWAY – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa generasi muda, terutama Generasi Z dan Alpha, akan menjadi kelompok yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Dwikorita menekankan pentingnya keterlibatan anak muda dalam upaya pencegahan dan mitigasi perubahan iklim untuk masa depan yang lebih baik.
BACA JUGA:BMKG Berhasil Halau Hujan di IKN Lewat Modifikasi Cuaca Selama 24 Jam Nonstop
Dalam Festival Aksi Iklim dan Workshop Iklim Terapan yang digelar di Jakarta pada Selasa (20/8/2024), Dwikorita menyampaikan bahwa fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan. Dampaknya meliputi suhu udara yang semakin panas, gangguan pada siklus hidrologi, hingga peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia. Ia juga mengingatkan bahwa semua generasi harus bekerja sama untuk menahan laju perubahan iklim.
"Generasi Z dan Alpha akan menjadi generasi yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim. Karenanya, saya yakin anak-anak muda yang jumlahnya mendominasi penduduk Indonesia bisa memberikan dampak signifikan terhadap aksi perubahan iklim," ujar Dwikorita.
Di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia akibat perubahan iklim, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.-tangkapan layar X@_hassanhadi_-
BACA JUGA:Atasi Karhutla Kepala BMKG Dorong Penggunaan OMC di Indonesia
Festival Aksi Iklim tersebut merupakan bagian dari Peringatan Hari Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ke-7. Tema yang diangkat kali ini adalah “Aksi Iklim Kaum Muda untuk Perubahan Iklim Indonesia". Dwikorita menegaskan bahwa perubahan iklim global bukanlah isu yang bisa diabaikan, melainkan kenyataan yang harus dihadapi miliaran penduduk bumi. Bahkan, Badan Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa tahun 2023 adalah tahun terpanas dalam sejarah pengamatan instrumental, dengan anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celsius di atas zaman pra-industri.
BACA JUGA:Udara Dingin di Musim Kemarau, Begini Penjelasan BMKG!
Menurut Dwikorita, angka ini hampir mencapai batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris tahun 2015, yaitu membatasi pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celsius. Ia juga mengingatkan bahwa jika aksi mitigasi iklim gagal dilakukan, suhu udara di Indonesia bisa meningkat hingga 3,5 derajat Celsius dibandingkan zaman pra-industri pada tahun 2100.
BACA JUGA:Kepala BMKG Resmikan Tower Pemantau Gas Rumah Kaca di Jambi, Upaya Untuk Mitigasi Pemanasan Global
Lebih jauh, Dwikorita memperingatkan bahwa pada tahun 2050, dalam skenario terburuk, dunia tidak hanya akan menghadapi bencana hidrometeorologi, tetapi juga kelangkaan air yang berpotensi menimbulkan krisis pangan. "Jika melihat tahun tersebut, maka dapat dipastikan bahwa Generasi Z dan Alpha lah yang akan paling merasakan," tambahnya.
Ilustrasi. Suhu rata-rata Indonesia beberapa kali mencapai titik anomali tertinggi pada 2016, 2019, dan 2020 sebagai dampak perubahan iklim-Klimatologi BMKG-
Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan, juga menegaskan bahwa perubahan iklim akan terus terjadi dalam beberapa dekade mendatang jika tidak ada tindakan mitigasi yang serius. Ia menekankan pentingnya respon global yang melibatkan aksi mitigasi dan adaptasi iklim. Menurutnya, keberhasilan aksi ini sangat tergantung pada kesadaran dan pengetahuan masyarakat, terutama generasi muda, dalam menanggulangi perubahan iklim.
BACA JUGA:Hujan Deras di Musim Kemarau, BMKG Tegaskan Bukan Anomali Iklim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: biro hukum dan organisasi bagian hubungan masyarakat bmkg