Bendungan Arbaat Jebol: 30 Tewas dan 50 Desa Rusak di Sudan

Bendungan Arbaat Jebol: 30 Tewas dan 50 Desa Rusak di Sudan

Seorang pria Sudan mengarungi air berlumpur setelah runtuhnya Bendungan Arbaat, 40 km sebelah utara Port Sudan menyusul hujan lebat dan banjir bandang.--AFP

Sebelumnya juga terdapat hujan deras yang menyebabkan banjir di Port Sudan, kota terbesar kelima di negara itu, dan Ibukota Khartoum.

Menurut PBB, hujan dan banjir telah menyebabkan lebih dari 21.000 orang mengungsi sejak Juni, yang sebagian besar daerahnya sudah terserang oleh pertempuran hebat.

Situasi kemanusiaan di Negara Bagian Laut Merah diperkirakan semakin memburuk akibat kerusakan akibat banjir bandang ini. Dalam beberapa bulan terakhir, Sudan telah menghadapi tantangan berat setelah lebih dari setahun dilanda perang saudara. 

PBB juga menyebut Sudan menghadapi krisis kemanusiaan terburuk di dunia ini karena pertempuran antara tentara dan Pasukan Dukungan Cepat paramiliter tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

BACA JUGA:Kopasgat Kawal WNI Pulang, 110 Orang Lagi Diselamatkan dari Konflik Sudan

Menurut kementerian kesehatan, beberapa orang telah meninggalkan rumah mereka yang kebanjiran dan menuju ke pegunungan di mana mereka sekarang terdampar.

Sementara itu Menteri Kesehatan Federal Sudan berjanji memberikan bantuan kemanusiaan darurat dan mendukung upaya evakuasi.

Para pejabat mengatakan bahwa bendungan mulai runtuh dan lumpur mulai menumpuk selama berhari-hari akibat hujan deras yang datang lebih awal dari biasanya.

Bendungan, jalan, dan jembatan di Sudan sudah rusak sebelum perang antara tentara Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF/Rapid Support Force) dimulai pada April 2023.

Kedua belah pihak telah menyalurkan sebagian besar sumber daya mereka ke dalam konflik, sehingga infrastruktur terbengkalai.

Konflik di Sudan dimulai ketika persaingan antara tentara dan RSF, yang sebelumnya berbagi kekuasaan setelah melakukan kudeta, berkobar menjadi perang terbuka.

Kedua belah pihak berusaha untuk melindungi kekuasaan dan kepentingan ekonomi mereka yang luas ketika komunitas internasional mempromosikan rencana transisi menuju pemerintahan sipil.

Upaya-upaya yang tumpang tindih dalam mengupayakan gencatan senjata, termasuk pembicaraan yang dipimpin oleh Saudi dan Amerika Serikat di Jeddah, tidak meredakan pertempuran dan setengah dari 50 juta penduduk Yaman tidak memiliki makanan yang cukup.

*Mahasiswa Politeknik Negeri Malang, peserta Magang Regular di Harian Disway

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reuters