Kemenag Apresiasi 5 Rekomendasi Pansus Angket Haji, Tekankan Perbaikan Regulasi

Kemenag Apresiasi 5 Rekomendasi Pansus Angket Haji, Tekankan Perbaikan Regulasi

Menteri Agama YAqut Cholil Qoumas--Kemenag

JAKARTA, HARIAN DISWAY – Pansus Angket Haji telah menyelesaikan tugasnya. Hasilnya, ada 5 rekomendasi yang dibacakan Ketua Pansus Nusron Wahid pada sidang Paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 di Senayan.

"Saya melihat rekomendasi Pansus intinya adalah revisi regulasi untuk perbaikan. Ini tentu kita hormati dan apresiasi,” terang Juru Bicara Kementerian Agama Sunanto di Jakarta, Senin (30/9/2024).

Rekomendasi pertama yakni perlunya revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Revisi regulasi itu harus mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.

"Sedari awal Kementerian Agama sudah meminta agar ada revisi regulasi, utamanya Undang-undang No 8 Tahun 2019. Sebab, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji reguler, Kemenag merasakan betul kebutuhan akan revisi regulasi, terlebih melihat dinamika kebijakan penyelenggaraan haji di Arab Saudi,” kata Cak Nanto, sapaan Sunanto.

BACA JUGA:Konser Tunggal Perdana Secret Number Superseru, Minji Nyanyikan Lagu Tiara Andini

BACA JUGA:Pilkada Serentak dan Pemberantasan Korupsi

Salah satu contohnya, kata nanto, Arab Saudi sejak 2023 mengumumkan kuota haji lebih awal dari biasanya. Pada saat yang sama, Kementerian Arab Saudi menerbitkan jadwal tahapan persiapan penyelenggaraan ibadah haji dengan kalender Hijriah. Sementara proses pengelolaan program dan anggaran pemerintah Indonesia menggunakan kalender Masehi.

"Dalam hal tertentu, ada momen yang menuntut penyelenggara mengambil kebijakan lebih cepat dan melakukan persiapan lebih awal. Hal seperti ini belum terakomodasi dalam regulasi,” skata Cak Nanto.


Jamaah Haji Indonesia di Arafah-Tomy Gutomo-Harian Disway-

Nanto memberikan contoh lain, yakni terkait pembiayaan bagi jemaah penggabungan mahram atau pendamping. Regulasi saat ini tidak membedakan biaya yang harus dibayar jemaah yang ikut penggabungan mahram meski masa tunggu mereka lebih singkat dari jamaah yang masuk kuota. 

Masa antrean jemaah yang berangkat dengan penggabungan mahram dan pendamping, berdasarkan regulasi paling lama lima tahun. Namun pembiayaannya disamakan dengan jemaah yang sudah menunggu dalam waktu yang lebih lama, bisa 12-13 tahun. 

"Hal semacam ini perlu direspons dalam perbaikan regulasi. Saat ini kemenag terus melakukan harmonisasi regulasi,” ujarnya. 

Dalam rekomendasi kedua, diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, terutama dalam ibadah haji khusus, termasuk pengalokasian kuota tambahan. Diperlukan peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.

"Sistem penetapan kuota selama ini bersifat terbuka dan mengacu pada Undang-Undang No 8 tahun 2019, khususnya Pasal 8 dan Pasal 9. Penetapan kuota haji memang wewenang atribusi yang diberikan undang-undang kepada Menteri Agama. Pasal 64 juga jelas bahwa alokasi kuota haji khusus sebesar 8 persen itu dari Kuota Haji Indonesia yang itu adalah kuota pokok, bukan kuota tambahan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: