Amel dan Suara Komunitas Tuli di Universitas Negeri Surabaya

Amel dan Suara Komunitas Tuli di Universitas Negeri Surabaya

"Saat di sana, saya mengajarkan bahasa isyarat (Bisindo) kepada anak-anak, dan dalam beberapa hari saja, mereka sudah bisa mengeja nama mereka dengan bahasa isyarat," ucapnya dengan bangga. Bahkan saat Amel pulang setelah menyelesaikan kegiatan sukarelawannya, mereka menangis dan tidak ingin Amel pergi. 

Setelah pengalaman itu, Amel mulai bergerak untuk membangun komunitas tuli. Harapannya, ke depan kampusnya dapat menerapkan bisindo, seperti beberapa kampus di Jakarta, sehingga kampus menjadi lingkungan yang terbuka bagi teman-teman tuli.

"Saya berharap ada kolaborasi agar lingkungan pendidikan bisa lebih inklusif," ucap Amel. Keresahan Amel memang nyata, karena di Jawa Timur belum ada kampus yang menerapkan bisindo. Semoga setelah ini ada kampus yang segera menerapkan bisindo agar lebih inklusif. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: