Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (3-Habis): Pemain Reyog Harus Punya Rasa

Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (3-Habis): Pemain Reyog Harus Punya Rasa

Hartono Leke sedang mewarnai topeng bujang ganong kreasinya. Karyanya itu sudah diekspor ke manca negara.-Boy Slamet-HARIAN DISWAY

Wirogo artinya olah raga. Olah fisik. Seorang penari reyog harus memiliki fisik dan stamina yang baik. Seorang penari jathilan harus bergerak lincah. Penari bujang ganong harus beratraksi, dan penari dadak merak harus menyangga topeng berukuran besar. Semua butuh olah fisik yang panjang.

Sedangkan wiromo, seorang penari harus pandai menyelaraskan dengan irama musik. Setiap gerakan tidak bisa meleset dari tempo musik yang dimainkan. Sebab, meleset sedikit saja, komposisi akan berantakan.

BACA JUGA:Reog Ponorogo Hibur Masyarakat Surabaya di Tugu Pahlawan, Ada Warok Sampai Jathilan

Hingga kini, Leke hidup dari reyog dan menghidupi reyog. Artinya, ia masih aktif mengajar beberapa kelompok. Seperti grup Magrego dan Pancasona di Surabaya. Untuk penghidupan, Leke membuat topeng bujang ganong. 

Topeng-topeng itu berjajar di beberapa sudut di ruang dalam kediamannya. Warnanya merah. Berbahan kayu dadap yang dikirim dari Pacitan dan Ponorogo. Tampang topengnya menyeringai. Mata membulat, giginya terlihat. 

"Untuk membuat gigi taringnya tidak boleh terlalu tajam dan panjang. Kalau terlalu panjang, nanti menyerupai topeng buto atau topeng raksasa," ungkapnya, sembari menyentuh gigi taring topeng tersebut.


Menurut Hartono Leke, ada tiga tahapan yang harus dikuasai pemain reyog Ponorogo: Wiroso, Wirogo, Wiromo.-Boy Slamet-HARIAN DISWAY

BACA JUGA:Pertunjukan Reog di Surabaya Art and Culture Festival Hibur Penonton, Kelompok Seni Ingin Lebih Banyak Yang Nanggap

Bagian rambut topeng tersebut menjuntai. Termasuk jambul di bagian tengah. Jambul itulah kekhasan topeng bujang ganong.

Rambut tersebut dibuat dari bahan ekor kuda. Sebab, ekor kuda tiap helainya panjang dan lentur. "Lebih luwes. Daya tahannya juga bagus. Topeng bujang ganong dari ekor kuda harganya mahal. Tapi ada yang lebih murah, dari bahan ekor sapi," ungkap pria asli Pakunden, Ponorogo, itu.

Topeng dari ekor kuda dihargai Rp 1.250.000 per buah. Sedangkan ekor sapi 500 ribu rupiah. Proses pembuatannya memakan waktu sekitar 2 minggu. Karyanya itu sudah dikirim ke berbagai tempat. Bahkan diekspor ke berbagai negara. Seperti Polandia dan Belgia.

BACA JUGA:Dahlan Iskan Tinjau Monumen Reog Ponorogo: Sampung Bukan Lagi Gaplek dan Gamping

Leke pun kerap diundang menjadi pembicara di berbagai daerah. Termasuk pernah dikunjungi mahasiswa luar negeri, yang dibawa oleh Dosen Probo ke kediamannya. "Pernah berpentas reyog di depan mahasiswa asing. Bahkan saya ajak kemari. Mereka antusias melihat hal baru," ujar Probo.

Kreasi tari Leke pun berbuah penghargaan. Jumlahnya sudah banyak. Terbaru, ia mendapat penghargaan sebagai maestro dari Pemprov Jawa Timur.

Karya kreasi tari bujang ganong miliknya itu pun pernah dibukukan. Pertama kali dirilis pada 1994, berjudul: Pedoman Dasar Kesenian Reyog Ponorogo dalam Pentas Budaya Bangsa. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway