Interogasi dan Siksaan Terpidana Kasus Vina Cirebon

Interogasi dan Siksaan Terpidana Kasus Vina Cirebon

ILUSTRASI interogasi dan siksaan terpidana kasus Vina Cirebon. Para terpidana kasus Vina terkonfirmasi bahwa mereka mengalami penyiksaan. Itu dikatakan Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing..-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Ini Catatan Ahli Psikologi Forensik Untuk Kasus Vina Cirebon

Penyiksaan tersangka, yang bertujuan mendapatkan pengakuan tersangka, banyak terjadi pada perkara pidana yang kurang bukti hukum langsung. Artinya, penyidik mendapatkan bukti hukum tidak langsung. 

Sebab, jika memiliki bukti hukum langsung, penyidik tidak perlu lagi menyiksa tersangka. Sebab, tersangka terbukti bersalah. Itulah yang disebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai scientific crime investigation (SCI).

Ini menyangkut interogasi. Tugas polisi mengungkap kejahatan, memeriksa terduga pelaku. Ketika polisi yakin bahwa terduga pelaku adalah pelaku, tetapi kekurangan bukti hukum langsung, wajar jika polisi geregetan. Manusiawi jika polisi kemudian menyiksa terduga pelaku agar mengaku. Tapi, itu terbentur peraturan. Dilarang menyiksa. 

BACA JUGA: Kompetisi Warganet di Kasus Vina Cirebon

BACA JUGA:Kasus Vina Cirebon Diselidiki Lagi

Dikutip dari buku Torture and Democracy (2009) karya Darius Rejali, penyiksaan jarang digunakan penyidik untuk mendapatkan informasi selama interogasi. Tapi, itu (penyiksaan) lebih sering digunakan untuk memaksa pengakuan atau mengintimidasi orang.

Interogator perkara pembunuhan di Amerika Serikat (AS) Richard Fallin diakui para polisi di AS sebagai interogator andal. Ia legendaris. Terduga pembunuh yang benar-benar pembunuh pasti takluk di hadapan Fallin. Tanpa penyiksaan. Apa saja yang dilakukan Fallin?

Dikutip dari The Washington Post, 12 September 1998, berjudul You Have the Right to Remain Silent, diungkapkan gaya tipu detektif pembunuhan Fallin saat menggoreng calon tersangka dalam ruang interogasi di kantor polisi. 

BACA JUGA:Bolak-balik Vina Cirebon dan Ronald Tannur

BACA JUGA:Rudiana Ungkap Munculnya Nama 3 DPO Pembunuhan Vina Cirebon

Ruang interogasi itu ukuran sekitar 5 x 5 meter. Cuma ada satu pintu. Berdinding kelabu, berkesan kemuraman. Di salah satu dindingnya kaca lebar, satu arah tembus pandang yang memungkinkan para polisi menyaksikan interogasi, sedangkan dari sisi interogasi berupa cermin. 

Pertengahan 1992. Siang. Di kantor polisi Montgomery County. Terduga pembunuh bernama Alan P. Newman duduk di ruang interogasi. Di ruangan itu ada sebuah meja besar dan tiga kursi. Satu kursi tanpa sandaran (dingklik) di satu sisi biasa untuk tersangka atau calon tersangka, dua kursi dengan sandaran di sisi seberangnya untuk interogator. 

Posisi pintu berada di hadapan tersangka atau di belakang interogator. Secara simbolis psikologis, calon tersangka yang hendak lolos keluar pintu harus ”langkahi dulu mayat” interogator. Dengan kata lain, calon tersangka bisa lolos bebas (berarti tidak bersalah) jika mampu menjawab pertanyaan secara jujur.

Calon tersangka pembunuh, Alan P. Newman, duduk di dingklik itu. Wajah sangar itu kelihatan gelisah. Bagai burung liar yang terjebak dalam kurungan. Fallin duduk di seberangnya. Didampingi detektif Craig Wittenberger sebagai asisten Fallin. Wittenberger membawa setumpuk berkas, ia letakkan di meja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: