Green Banking, Upaya Mewujudkan Dunia Menuju Nirpolusi
ILUSTRASI Green Banking, Upaya Mewujudkan Dunia Menuju Nirpolusi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Waduh, Polusi Udara Ternyata Bisa Memperpendek Usia: Studi Kasus India
Ke depan, tren itu diprediksi makin berkembang. Dunia perbankan pun akan makin berminat menyalurkan green loan seiring makin menjamurnya proyek-proyek ramah lingkungan.
PUNGUTAN EMISI KARBON
Berdasar data World Research Institute (WRI), Indonesia termasuk di antara sepuluh negara penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca di dunia. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia setara dengan 2 persen emisi dunia.
Karena itu, pungutan emisi karbon (carbon tax) telah diterapkan oleh negara-negara lain dan terbukti memberikan dampak positif terkait emisi karbon. Berdasar laporan Bank Dunia, State and Trends of Carbon Pricing 2002, terdapat 37 negara yang sudah menerapkan jenis pajak itu.
BACA JUGA:Polusi Udara Memburuk, Menkes: Pasien ISPA Tembus 200 Ribu Orang
BACA JUGA:Polusi Udara Tidak Bisa Diremehkan, Renggut 6,7 Juta Nyawa Pada Tahun 2019
Sebetulnya, Indonesia mampu menerapkan pajak karbon sebagai bentuk komitmen pelaksanaan green economy (ekonomi hijau). Green economy merupakan perekonomian yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sejalan dengan pengurangan risiko terhadap perusakan lingkungan. Maka, kebijakan pemberlakuan pungutan emisi karbon dinilai sebagai langkah tepat untuk menekan emisi karbon.
Mengakomodasi akan hal tersebut, pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Beleid itu mengatur penyelenggaraan perdagangan karbon, pungutan atas emisi karbon, dan pembayaran berbasis kinerja atas penurunan emisi karbon. PP itu mempertegas posisi Indonesia untuk bersiap memasuki era green banking and investment atau investasi ramah lingkungan.
Lebih luas lagi, implementasi green banking tidak hanya tentang investasi dalam proyek-proyek ketahanan iklim, tetapi juga dapat berperan dalam melembagakan kebijakan pinjaman ramah lingkungan.
Kebijakan-kebijakan yang diterapkan dengan basis green investment dapat berupa pinjaman untuk kendaraan listrik dan sistem listrik tenaga surya, baik pada skala perumahan maupun skala korporasi. Atau, kebijakan di seluruh perusahaan yang melarang investasi berbahaya seperti bahan bakar fosil yang berisiko high pollutant.
Meski tidak terlibat secara langsung, dunia perbankan dianggap memiliki peran signifikan dengan kegiatan degradasi kualitas sumber daya alam, seperti pertambangan atau industri pengolahan lainnya, melalui kredit sindikasi ekspansi bisnis di sektor yang beremisi tinggi.
Namun, di sanalah pentingnya paradigma green banking, bisa menjadi filter apakah kreditnya disalurkan ke sektor industri ramah lingkungan atau justru ke industri yang merusak alam.
Dengan begitu, secara teknis, green banking dinilai sebagai agen yang mampu mencegah kerusakan alam melalui pengucuran kredit untuk perusahaan yang memenuhi standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (environmental, social and governance/ESG).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: