Tim WUACD Universitas Airlangga ke Melbourne (2): Dilema Kehadiran Mahasiswa Internasional

Tim WUACD Universitas Airlangga ke Melbourne (2): Dilema Kehadiran Mahasiswa Internasional

KEHADIRAN mahasiswa internasional di Australia menjadi dilema. -Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY-

Berbeda dengan Indonesia, pekerjaan seperti menjadi tukang kayu, tukang sampah, tukang kebun, dan lain-lain acap kali masih dipandang rendah dan karena itu gajinya kecil. Di Australia, apresiasi pasar terhadap pekerjaan yang sifatnya kasar dan lebih banyak mengandalkan tenaga manual justru sangat tinggi. 

Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan teknis diakui dan mendapatkan penghargaan yang layak seperti pekerjaan di kantoran. 

Animo calon mahasiswa yang terus berdatangan ke Australia, termasuk ke Melbourne, menjadi pendukung utama kelangsungan ekonomi masyarakat. 

Tanpa kehadiran mahasiswa internasional, bukan tidak mungkin kelangsungan hidup kampus-kampus ternama di Australia akan terancam. Meski demikian, kehadiran mahasiswa internasional ke Australia tidak berarti tanpa masalah.

Tahun 2025 nanti, pemerintah menyatakan jumlah mahasiswa asing baru yang masuk ke Australia akan dibatasi hanya menjadi 145.000 untuk universitas, 30.000 untuk penyedia pendidikan tinggi lainnya, dan 95.000 untuk pendidikan serta pelatihan kejuruan. 

Seperti dikatakan Menteri Pendidikan Jason Clare dalam sebuah konferensi pers, pada 2025, jumlah mahasiswa internasional baru, baik untuk universitas, pendidikan tinggi, maupun pelatihan kejuruan, akan dibatasi. 

Mahasiswa internasional, bagi Australia, sesungguhnya merupakan industri terbesar kedua setelah pertambangan, yang menyumbang lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi Australia. 

Meski demikian, pemerintah Australia sendiri mengimbau bahwa perguruan tinggi yang ada sebaiknya tidak terlalu bergantung kepada mahasiswa internasional, terutama karena dampaknya bagi masyarakat dan ekonomi.

Di satu sisi, kehadiran mahasiswa internasional memang membuat ekonomi Australia berkembang. Namun, di sisi yang sama, kehadiran mahasiswa dan para imigran internasional ternyata dituding menjadi penyebab kenaikan harga dan sewa rumah di berbagai kota di Australia –tak terkecuali di Melbourne. 

Di Melbourne, seorang yang menyewa apartemen paling tidak harus menyediakan dana sekitar 1.500 hingga 2.000 dolar Australia setiap bulan. Bagi warga Melbourne sendiri, tarif sewa apartemen yang terus naik tentu memberatkan. 

Menurut jajak pendapat Essential yang diterbitkan The Guardian (2024), sekitar 69 persen responden di Australia menyalahkan imigrasi sebagai penyebab tingginya harga rumah.

KULIAH ONLINE

Memasuki tahun 2025, kebijakan pemerintah Australia mengurangi arus kedatangan mahasiswa internasional tentu menjadi tantangan tersendiri bagi universitas yang ada. Bagi universitas yang mampu menjaga reputasi, tentu mereka akan tetap menjadi incaran mahasiswa internasional. 

Namun, bagi universitas yang menyelenggarakan kegiatan pembelajaran layaknya dunia industri yang serbakomersial, bukan tidak mungkin akan pelan-pelan kehilangan peminatnya.

Di Melbourne, menurut informasi dari mahasiswa asing yang kebetulan sempat kami temui, mereka mengungkapkan, ada universitas yang kini makin sepi. Banyak kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara daring sehingga kampus menjadi sepi –berkurang sekitar 80 persen dari kehadiran dosen dan mahasiswa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: