Make America Great Again, Kemenangan Donald Trump dan Bangkitnya Maskulinitas Hegemonik

Make America Great Again, Kemenangan Donald Trump dan Bangkitnya Maskulinitas Hegemonik

ILUSTRASI Make America Great Again, Kemenangan Donald Trump dan Bangkitnya Maskulinitas Hegemonik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sementara itu, pihak yang lemah akan makin terpuruk dan terlempar keluar dari arena pertandingan. Sebagai seorang laki-laki dalam posisi puncak di salah satu negara yang merupakan salah satu sumber kekuatan dunia, sikap, kebijakan, dan pernyataan Trump bisa menunjukkan representasi norma-norma kelelakian (maskulinitas) yang dianutnya. 

Bahkan, hal tersebut bisa juga menunjukkan norma maskulinitas AS yang sedang dibangun Trump. Norma maskulinitas yang menunjukkan keinginan untuk menunjukkan kekuatan dengan merendahkan lawan itu disebut sebagai maskulinitas hegemonik. 

Menurut R.W. Connell dan James W. Messerschmidt, maskulinitas hegemonik adalah praktik gender yang memberikan legitimasi terhadap patriarki dan menjamin posisi dominan laki-laki dan subordinasi perempuan.

Bangkitnya maskulinitas hegemonik yang digaungkan oleh Trump tersebut tentu tidak menguntungkan bagi upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk membangun kesetaraan gender. 

Untuk menciptakan dunia yang lebih baik dengan relasi gender yang saling menghormati, individualisme dan keinginan untuk menang sendiri juga sangat tidak kompatibel dengan tatanan dunia yang makin membutuhkan kolaborasi. 

Kondisi dunia sekarang ini, menurut Warren Bennis dan Burt Nanus, penuh dengan perubahan yang begitu cepat, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas (VUCA/volatile, uncertain, complex, ambiguous). Fleksibilitas serta kemampuan untuk beradaptasi dan bekerja sama merupakan strategi jitu dalam menghadapi situasi tersebut.  

Agresivitas, sikap yang sering ditunjukkan Trump di depan publik, tentu sangat bertentangan dengan semangat kolaborasi. 

Keinginan untuk menyerang dan menjatuhkan lawan tidak akan pernah berhasil menciptakan perdamaian dan keadilan. Maskulinitas hegemonik juga tidak menguntungkan bagi kiprah perempuan di ranah publik. 

Norma maskulinitas itu hanya menguntungkan status quo laki-laki dalam masyarakat patriarkal. Untuk menciptakan tatanan gender yang egaliter, laki-laki yang menjadi pemimpin perlu menunjukkan simpati dan kemauan untuk bekerja sama dengan semua orang dalam memajukan kepentingan perempuan. 

Perempuan yang bahagia dan merasa dihargai akan menjadi kunci utama kesuksesan dan kesejahteraan suatu negara. (*)

 

*)Nur Wulan adalah pengajar di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: