Logika Mistika: Ferry Irwandi, Pesulap Merah, dan Tan Malaka

Logika Mistika: Ferry Irwandi, Pesulap Merah, dan Tan Malaka

ILUSTRASI Logika Mistika: Ferry Irwandi, Pesulap Merah, dan Tan Malaka.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Apabila ada orang yang sangat beruntung dengan usaha yang dirintisnya, jawaban mudahnya adalah orang tersebut sedang melakukan pesugihan. Apabila ada orang yang hilang, jawaban mudahnya adalah orang tersebut diculik setan. Begitulah cara berpikir sesat logika mistika.

Sebagai dasar, kita dapat mengambil contoh 1 + 1 = 2 yang dapat diejawantahkan dengan lapar + makan = kenyang. Tentu saja, apabila lapar dan ingin perut tidak kosong, kita perlu makan. 

Jimat atau orang sakti mana pun tidak akan mampu membuat manusia menjadi kenyang apabila tidak ada asupan yang masuk tubuhnya. Logika mistika mengabaikan sebab-akibat logis itu. Pola pikir seperti itu merusak produktivitas dan mendorong masyarakat pada ketergantungan yang tidak rasional.  

Logika mistika berdampak juga pada produksi budaya populer kita. Banyak sekali media seperti film, tayangan televisi, siniar, konten sosial media, dan buku yang berisi tentang kisah misteri dan menarik banyak konsumen. 

Salah satu yang paling mencolok adalah perolehan jumlah penonton film terbanyak yang dipegang oleh film horor, yaitu KKN di Desa Penari. Jumlah penonton film terbanyak tahun 2024 juga diperoleh film dengan genre horor (komedi), yaitu Agak Laen

Kita tentu ingat bagaimana tayangan televisi seperti Dunia Lain, Gentayangan, dan Jadi Pocong yang sangat populer sekali pada dekade 2000-an. Gentayangan dan Jadi Pocong tayang pada jam-jam utama (prime time) televisi pada waktu itu. 

Sementara itu, Dunia Lain –meskipun ditayangkan pada waktu tengah malam– banyak masyarakat yang rela untuk tidak tidur menonton tayangan tersebut. 

Contoh paling mencolok lainnya adalah konten media sosial di platform YouTube di Indonesia. Akun YouTube yang mempunyai tema horor atau misteri, baik berupa siniar, storytelling, maupun eksperimen, mempunyai jumlah penonton dan subscriber banyak sekali. 

Tentunya itu bukan hal yang salah apabila dikomsumsi sebatas hiburan fiksi. Namun, yang terjadi, sering kali konsumsi media tersebut diterima sebagai suatu fakta yang bulat 100 persen. 

Tan Malaka sendiri merupakan tokoh yang dikenal sebagai Bapak Republik Indonesia. Selama masa pergerakan, ia menulis beberapa tulisan yang bertopik seputar kemedekaan Indonesia. 

Tan Malaka mempunyai keinginan agar masyarakat Indonesia selain merdeka secara fisik juga merdeka secara pikiran. Merdeka secara pikiran tersebut dituangkannya dalam buku Madilog yang terbit pada 1943 tersebut. 

Keinginan untuk merdeka, menurut Tan Malaka, tidak boleh dengan hanya menunggu atau mengharap seseorang yang akan menyelematkanmu seperti kepercayaan masyarakat terhadap akan datangnya Ratu Adil. 

Menunggu Ratu Adil tidak akan membuat rakyat Indonesia terbebas dari penindasan, apalagi menunggu dengan tetap membudak kepada penindas. Setiap rakyat Indonesia harus menjadi Ratu Adil itu sendiri. Ratu Adil yang merdeka secara fisik dan merdeka dari logika mistika. 

Tan mempunyai keyakinan bahwa bangsa yang terjebak dengan logika mistika tidak akan membuat bangsa tersebut melangkah ke mana-mana. Bangsa Eropa pernah mengalamainya ketika agama melalui gereja mempunyai kekuasaan yang absolut. 

Masyarakat Eropa pada masa itu lebih sibuk mengurusi urusan keagamaan daripada mengurusi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai hal yang bertentangan dengan urusan agama dan dianggap sebagai sihir. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: