Work Hard or Work Smart? Bekerja Cerdas Tanpa Takut Terjebak Toxic Productivity

Work Hard or Work Smart? Bekerja Cerdas Tanpa Takut Terjebak Toxic Productivity

Bekerja cerdas adalah kunci untuk terhindar dari jebakan toxic productivity.--freepik.com

HARIAN DISWAY - Di era digital yang serba cepat ini, budaya kerja keras atau hustle culture semakin marak. Banyak orang merasa harus selalu sibuk untuk dianggap produktif. 

Media sosial memperparah fenomena ini dengan menampilkan kesuksesan instan yang seolah-olah hanya bisa dicapai dengan kerja tanpa henti. Namun, apakah benar bahwa semakin sibuk kita, semakin sukses pula hasil yang didapat?

Konsep toxic productivity muncul ketika seseorang merasa terus-menerus harus bekerja, bahkan hingga mengorbankan kesehatan fisik dan mentalnya (Grant, 2020).

Inilah saatnya kita mempertanyakan: apakah kita harus terus bekerja keras, atau ada cara yang lebih cerdas dalam mencapai tujuan?

BACA JUGA: Toxic Productivity, Ketika Obsesi Menjadi Produktif Berujung Burnout

BACA JUGA: Cara Menjaga Kesehatan Mental di Era Media Sosial

Apa Toxic Producitivity?

Toxic productivity adalah obsesi untuk terus produktif tanpa memperhatikan keseimbangan hidup (Clark, 2021). Orang yang terjebak dalam toxic productivity sering merasa bersalah saat beristirahat dan terus membandingkan pencapaiannya dengan orang lain. 

Misalnya, seseorang mungkin merasa kurang berusaha jika tidak bekerja lembur atau tidak menghasilkan sesuatu setiap harinya. Fenomena ini diperburuk oleh narasi sosial yang mengagungkan kerja keras tanpa henti sebagai satu-satunya jalan menuju kesuksesan.

Padahal, berbagai penelitian menunjukkan bahwa bekerja tanpa istirahat yang cukup justru dapat menurunkan efektivitas dan kualitas pekerjaan.

BACA JUGA: Menghindari Jebakan Toxic Productivity

Mengapa Era Digital Mempengaruhi Toxic Profuctivty?

Perkembangan teknologi dan media sosial mempercepat arus informasi, tetapi juga meningkatkan tekanan untuk terus bekerja dan berprestasi. Platform seperti LinkedIn, TikTok, dan Instagram sering kali menampilkan kisah sukses yang hanya menunjukkan hasil akhir tanpa memperlihatkan proses panjang di baliknya (Duffy, 2022). 

Akibatnya, banyak orang merasa tertinggal dan terdorong untuk bekerja lebih keras agar tidak kalah saing. Selain itu, kemudahan akses teknologi membuat batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin kabur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber