Budaya Anggaran Dibulatkan Peluang Korupsi Dimanfaatkan

Kebiasaan membulatkan anggaran membuka celah bagi korupsi yang terus dimanfaatkan.--Getty Images
HARIAN DISWAY - Saat berada di ruang lingkup organisasi, sering kali kita dihadapkan dengan berbagai rangkaian acara seperti rapat, seminar, atau konferensi.
Fondasi untuk diadakannya kegiatan seperti ini adalah anggaran yang bisa dibilang cukup menarik, tetapi menggelikan di lain sisi. Sadar tidak sadar, masyarakat Indonesia, dari semua bentuk organisasi yang ada memiliki budaya membulatkan anggaran.
Budaya itu sendiri muncul karena adanya adaptasi, sehingga budaya pembulatan anggaran tidak lain adalah adaptasi seorang anggota dalam suatu organisasi dan kapasitas untuk bertahan dengan segala hal yang terjadi di sekelilingnya.
Dari adaptasi yang terjadi tersebut akan muncul sebuah ide yang didampingi dengan tindakan sehingga menghasilkan sebuah produk. Dalam hal pembulatan anggaran, korupsi merupakan produk dari adaptasi, ide, dan tindakan yang terjadi.
BACA JUGA: Korupsi sebagai Problem Budaya
BACA JUGA: Apakah Pesantren Masih Punya Tempat di Hati Generasi Alpha?
Pembulatan anggaran sering kali ditemukan ketika hendak menganggarkan biaya konsumsi dan sewa gedung. Masyarakat kita dalam situasi ini, tidak bisa menggunakan anggaran secara efisien, tidak bisa diajak berhemat agar anggaran tidak membengkak di kemudian hari.
Harga konsumsi Rp 38 ribu per orang, angka terakhir biasanya akan dibulatkan menjadi Rp 50 ribu. Atau biaya sewa gedung yang seharusnya Rp 4,2 juta, yang di usulan ditulis menjadi Rp 5 juta. Pembulatan ini sering kali disembunyikan di balik kata-kata "Agar lebih mudah dihitung," begitulah yang sering kita dengar dari panitia.
Pada tahun 2025, Kementerian dan Lembaga Pemerintah telah melakukan berbagai upaya efisiensi anggaran untuk menekan belanja Kementerian dan Lembaga serta transfer ke daerah.
Niatan tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi pada 23 Januari 2025 seusai melepas Presiden Prabowo Subianto ke India di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
BACA JUGA: Regulasi Baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Dampak Efisiensi Anggaran?
BACA JUGA: Edukasi Budaya Militer di Museum Pusat TNI Angkatan Laut (TNI-AL)
Lucu, mengingat yang terjadi di lapangan justru bertolak belakang dengan rencana pemerintah saat ini. Di saat pemerintah mulai menerapkan efisiensi dan transparansi penggunaan anggaran, masyarakat masih saja gemar dengan budaya melebih-lebihkan.
Atau budaya membulatkan anggaran dengan alasan "agar aman" atau "agar tidak defisit". Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah bahkan menerpa beberapa sektor seperti pendidikan, pelayanan publik, infrastruktur hingga sektor kesehatan.
Dari Kebiasaan Sehari-Hari ke Peluang Korupsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber