Sudah Berikan Santunan, Termohon Tolak Restitusi Rp 17,5 miliar Atas Tragedi Kanjuruhan

Sudah Berikan Santunan, Termohon Tolak Restitusi Rp 17,5 miliar Atas Tragedi Kanjuruhan

Suasana sidang ketika termohon membacakan pembelaannya yang menolak membayar restitusi kepada korban tragedi Kanjuruhan, Selasa, 17 Desember 2024 -Jelita Sondang/Harian Disway-Jelita Sondang/Harian Disway

SURABAYA, HARIAN DISWAY- Restitusi dari 73 korban tragedi Kanjuruhan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebesar Rp 17,5 miliar sudah diajukan kepada lima terpidana. Kini, giliran pihak termohon yang mengajukan pembelaan atas Restitusi, pada Selasa, 17 Desember 2024 di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam pembelaannya, Aipda Wahyu Hendiantoro, selaku kuasa hukum tiga terpidana anggota polisi, menyebut jika pihaknya dan Arema FC (klub sepak bola Malang) telah memberikan santunan kepada para korban dan menilai restitusi seperti ini sepatutnya ditolak. 

"Kalau dari Arema FC dan kami sudah pernah memberikan santunan kepada para korban. Dari ratusan hingga miliaran rupiah. Jadi restitusi ini selayaknya ditolak," ujar Aipda Wahyu Hendiantoro, yang juga anggota Bidang Hukum Polda Jatim, 

BACA JUGA:73 Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan Restitusi Hingga Rp 17 miliar

BACA JUGA:KontraS Kritisi Minimnya Pemohon dan Termohon di Pengajuan Restitusi Kanjuruhan

Menanggapi hal itu, Rianto Wicaksono selaku Tenaga Ahli LPSK menjelaskan jika santunan dengan restitusi itu adalah dua hal yang berbeda. Santunan merupakan bentuk kemanusiaan atas perbuatannya, sedangkan restitusi adalah bentuk hukuman bagi tersangka berupa ganti rugi. 

"Jadi ada perbedaan konsep antara restitusi dan santunan. Restitusi sendiri dasar hukumnya ada di Perma 1 tahun 2022. Sedangkan di KUHP baru yang akan berlaku tahun depan, menyatakan restitusi akan jadi pidana tambahan," jelasnya. 

Selain itu, mengenai acuan surat yang dibuat dalam pengajuan restitusi. Ia menyebut menggunakan acuan yang sudah ada, yaitu surat kementerian keuangan. Baik terkait korban yang menderita luka berat, meninggal dunia, sedang atau ringan. 

"Meski begitu, surat dari menteri keuangan tidak spesifik, jadi syarat-syarat formil lainnya, kita lihat saja pembuktian besok," pungkasnya. 


Rianto Wicaksono, Tenaga Ahli LPSK menerangkan perbedaan santunan dengan restitusi yang dianggap sama oleh pihak pemohon, Selasa 17 Desember 2024 di Pengadilan Negeri Surabaya -Angelita Ariko Pinkan/Harian Disway-Angelita Ariko Pinkan/Harian Disway

Usai sidang, terlihat para keluarga korban terlihat geram terhadap pembelaan yang diutarakan pihak termohon. Seperti saat Harian Disway mencoba mewawancarai seorang ibu yang menggunakan baju bergambar anaknya yang sudah meninggal karena tragedi Kanjuruhan tersebut. 

"Maaf ya mbak, saya tidak bisa diwawancarai dulu. Saya emosi banget," ujarnya dengan air mata yang masih ada di pipinya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: