Menguatkan Ekonomi Lemah melalui Zakat

Menguatkan Ekonomi Lemah melalui Zakat

Zakat dapat berperan sebagai instrumen ekonomi Islam yang efektif untuk membantu masyarakat yang ekonominya lemah melalui pengelolaan zakat yang baik dan tepat sasaran. --iStockphoto

HARIAN DISWAY - Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia tengah mengalami deflasi sebesar 0,09 persen year-on-year (yoy) pada Februari 2025. Deflasi kali ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak deflasi tahunan terakhir pada Maret 2000 hingga di angka 1,10 persen.

Deflasi tersebut sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga-harga dan penurunan daya beli masyarakat sehingga berikutnya berdampak pada lesunya permintaan domestik. Mengingat bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55 persen dari PDB Indonesia.

Jika konsumsi melemah, maka pertumbuhan ekonomi nasional pun terancam melambat. Periode deflasi ini bertepatan dengan bulan sebelum Ramadan dan Lebaran, yang biasanya mendorong peningkatan konsumsi masyarakat pada tahun-tahun sebelumnya.

BACA JUGA: Kapan Waktu yang Tepat Membayar Zakat Fitrah? Penjelasan Lengkap Berdasarkan Hadis

Data dari Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa pada minggu kedua Ramadan 2025 daya belanja masyarakat hanya tumbuh 3,8 persen dibandingkan periode menjelang Ramadan. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa semakin lesunya daya beli masyarakat. 

Dalam kondisi seperti ini, zakat dapat berperan sebagai instrumen ekonomi Islam yang efektif untuk membantu masyarakat yang ekonominya lemah melalui pengelolaan zakat yang baik dan tepat sasaran.

Sebagaimana penelitian Beik (2010) bahwa pengalokasian zakat yang baik dapat menimbulkan pemerataan pendapatan dan membantu mengentaskan kemiskinan.

BACA JUGA: Bacaan Niat dan Doa Zakat Fitrah Lengkap Mulai dari Arab, Latin, dan Terjemahan

Zakat Bukan Hanya Kewajiban Agama

Zakat merupakan sebagian harta yang wajib dibelanjakan di jalan Allah SWT dengan cara didistribusikan pada 8 golongan mustahik setelah mencapai nishab dan haul (batas jumlah dan waktu kepemilikan harta). Umer Chapra (1992) menyatakan bahwa zakat merupakan instrumen utama dalam pencapaian kesejahteraan sosial dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Zakat merupakan sebagian harta yang wajib dibelanjakan di jalan Allah SWT dengan cara didistribusikan pada 8 golongan mustahik setelah mencapai nishab dan haul (batas jumlah dan waktu kepemilikan harta). --iStockphoto

Chapra menekankan bahwa zakat dapat membantu menciptakan distribusi kekayaan yang lebih adil, serta memitigasi kesenjangan ekonomi yang menjadi salah satu sumber ketidakstabilan sosial. Zakat tidak hanya sebagai kewajiban ibadah, tetapi juga sebagai solusi ekonomi yang mendasar dalam sistem ekonomi Islam.

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, seyogyanya memiliki landasan sosial yang kuat untuk menggerakkan dana zakat dalam skala masif. Studi Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS tahun 2020 mencatat bahwa potensi zakat nasional sekitar Rp 327,6 triliun per tahun setara dengan 75 persen dari anggaran perlindungan sosial pemerintah pusat.

BACA JUGA: BRImo Hadirkan Solusi Digital Zakat, Infak, dan Sedekah untuk Masyarakat

Angka fantastis tersebut menggambarkan betapa besarnya peluang zakat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kendati demikian, fakta bahwa realisasi penghimpunan zakat masih jauh dari maksimal. Pada tahun 2024, BAZNAS berhasil mengumpulkan ZIS mencapai Rp 28,75 triliun pada triwulan III dibanding tahun 2023 hanya sekitar Rp 22,475 triliun.

Angka tersebut baru sekitar 12,53 persen dari potensi zakat nasional. Artinya, meskipun ada peningkatan signifikan, masih besar potensi zakat yang masih bisa dihimpun jika ekosistem zakat dapat diperkuat dan dikelola secara optimal. Zakat sudah menjadi instrumen penting dalam tonggak sejarah peradaban Islam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: