Ramadan Kareem 2025 (21): Tepukan Sang Resi

Ramadan mengajak kita jeda untuk menjemput berkah. Yuk lanjutkan tadarus saja. Barakallah. --iStockphoto
Nilai tukar uang yang terjungkal bukan halangan untuk mengumbar senyuman. Bahkan kalaulah pemimpinnya sibuk berkepanjangan tidaklah apa. Penduduknya membiarkannya dan mempersilahkan untuk bekerja sebagai lambang prestasinya.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (17): Belajar Takwa Semesta
Meksi harga tidak stabil, keamanan batin terus diirisi dan ketidakadilan dengan pameran persekusi telah diterima: itulah pekerjaan hariannya yang siang dan malam dikukuhi.
Ada fenomena unik jua. Itulah panggung kampung yang harga diri warganya diteladung oleh orang-orang asing yang datang dari “mulut ular” dengan gegap gempita dan sangat perkasa.
Mereka kontrak di perumahan yang lengang tanpa kenal tetangga dengan mempekerjakan anak-anak sekolahan. Nomor-nomor kartu perdana diperjualbelikan dengan sembunyi seperti kunci pintu misteri bagi warga “ulo abang”.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (16): Ramadan dan Rimbawan
Anehnya, penguasanya dihujat dengan acungan telunjuk sebagai “gedibalnya” pun tidak merasa terhina. Tetapi kaum bersorban di kala mencoba untuk menyuarakan niatnya saja, sudah dibombardir melalui sang kuasa yang sedang “mabuk undang-undang” dengan memboyongnya ke hukum rimba.
Pengadilan adalah cara hukum untuk menistakan harga diri lawan dengan satu ketukan palu. Praktis dan sempurna. Sampai akhirnya urusan sepak bola. Permainan ini di “tanah emas” itu sangat mengancam nyawa pecintanya.
Berpuluh kejadian selama 2025 ini mencatat banyak supporter yang mengenaskan dari “akrobat sepak bola”. Kecewanya yang dipandang lebih ekspresif dari orang yang tersengal tarik napasnya akibat daya belinya yang terampas.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya
Sepak bola hiburan masa transisi menjemput Idulfitri. Kalah bukan hinaan yang penting bisa beli beras dan minyak. Apalagi alat pembayaran negara itu sedang pula limbung. Sementara punggawanya gandrung melanjutkan pemberitaan.
Soal janji yang tidak mampu dipenuhi bukan masalah lagi sebab masih berikhtiar menata diri. Itu tentu sangat sah dalam ukuran demokrasi apalagi diberi justifikasi oleh penyokong yang lahannya tergoyang banjir dan lonsor yang melanda kawasan dekat pusat kekuasaan.
Semuanya harus dianggap sangatlah logis. Seorang pemimpin itu manuntaskan janjinya dalam periode berikutnya saja. Begitulah yang tersiar dan para pecinta warkop dapat saja bersuara sambil metingkrang bahwa andai saja sistemnya menghendaki periode yang demikian itu, tentu dia akan ingin berkuasa sepanjang periode dunia.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (14): Momentum Bertahannuts
Itu logis karena setiap periodenya janji boleh dilanjutkan tanpa henti untuk nanti baru ditepati. Rupiah melemah bukan masalah yang penting sokongan pengusaha tetaplah menggairahkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: