Psikotes Pembunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus
Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi menjelaskan kondisi Anak bunuh Ayah-Nenek mulai stabil-Disway.id/Fajar Ilman-
Robert merawat anaknya berbekal kasih sayang. Dalam pasang surut kejiwaan Adam yang sakit. ”Sampai suatu saat, ayah saya juga jatuh sakit. Ia mengidap depresi dan kecemasan merawat Adam. Ayah tidak pernah menyerah,” kata Sarah.
Sebaliknya, Adam juga mencintai ayahnya. Dilihat Sarah dalam keseharian. Kemudian, Sarah menikah dan berpisah dari ortu untuk tinggal bersama suami.
Dalam beberapa tahun berselang, Adam tidak lagi dikunjungi psikiater, juga tidak minum obat. Mungkin, dipikirnya ia sudah sembuh. Sampai, terjadilah tragedi itu.
Sarah kecewa: ”Seandainya Adam mendapat bantuan dari profesional, mungkin ia bisa berbicara kepada profesional itu. Seumpama Adam tahu dalam benaknya apa yang mungkin ia lakukan, mungkin profesional bisa menolongnya. Dan, kejadian itu bisa diantisipasi sebelumnya.”
Tapi, semuanya sudah terjadi. Apakah Sarah memaafkan Adam? ”Saya sangat kasihan kepadanya. Saya memaafkannya. Betapa pun, ia kakak saya.”
Akhirnya Adam diadili. Di persidangan diadakan uji fakta. Untuk menentukan apakah seseorang melakukan suatu tindakan atau tidak? Bukan apakah seseorang bersalah atau tidak?
Juri di persidangan mendengar, Adam telah berhenti minum obat antipsikotiknya dua minggu sebelumnya. Namun, telah minum satu dosis obat sehari sebelum pembunuhan.
Vonisnya, Adam dimasukkan RSJ setempat.
Di Inggris, Julian Hendy, dari lembaga amal pembunuhan kesehatan mental Hundred Families, mengatakan, di sana ada 100 hingga 120 pembunuhan oleh ODGJ per tahun. Sebagian besar terjadi dalam keluarga.
Julian: ”Saya telah menangani banyak keluarga dalam situasi ini dan sering kali ada pengampunan bagi orang yang melakukannya. Saya pikir, pelaku butuh perawatan dan pengobatan. Mereka bukan penjahat, tapi orang sakit.”
Dilanjut: ”Sejumlah kecil orang yang mengidap masalah kesehatan mental serius memang berbahaya bagi orang lain, saat pelaku tidak sehat. Dan, sering kali ada kegagalan dalam melindungi korban.”
Di kasus MAS belum ketahuan, bagaimana hasil akhir proses hukum. Tapi, indikator ODGJ kelihatan jelas pada pelaku.
Sama dengan di kasus Adam, MAS juga sudah empat kali diterapi psikiater. Itu menurut Mitha kepada polisi. Tapi, polisi tidak mengungkap, apakah Mitha bersaksi MAS pernah dirawat di RSJ atau tidak?
Belum diungkap pula, apakah selama ini MAS mengonsumsi obat ODGJ? Soal itu, bagi masyarakat kita, dianggap memalukan. Predikat ODGJ dianggap memalukan keluarga. Bisa saja itu dirahasiakan. Padahal, orang normal tanpa pelatihan khusus, hidup bersama ODGJ, sangat bahaya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: