Pembangunan PLTN di Indonesia, Siapkah?
ILUSTRASI Pembangunan PLTN di Indonesia, Siapkah?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Terpeleset Sedikit, Bisa Kiamat Nuklir
PLUS-MINUS ENERGI NUKLIR
Nuklir adalah energi yang dihasilkan melalui fisi, yaitu proses membelah inti atom untuk menghasilkan panas. Energinya dapat diibaratkan seperti ribuan mobil yang ”ditabrakkan” serentak sehingga menghasilkan ledakan dan energi besar.
Begitu pula bila neutron ditembakkan pada inti atom bahan bakar nuklir uranium, maka akan pecah, menumbuk inti-inti lain sambil melepaskan panas. Panas itulah yang dimanfaatkan untuk memanaskan air hingga berubah menjadi uap, dan uap tersebut yang dalam PLTN digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Melalui proses itu, energi nuklir dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari.
Energi nuklir makin dilirik sebagai solusi penyedia energi listrik karena efisiensi, kestabilan, dan potensinya yang luar biasa. Sebagai gambaran, 1 gram uranium mampu menghasilkan energi setara dengan 2,5 juta ton batu bara atau 17.500 liter minyak fosil.
BACA JUGA:Pengelola Reaktor Nuklir Fukushima Kalah di Pengadilan
BACA JUGA:Pembangunan RS Nuklir BDH Mundur Lagi
Selain itu, nuklir dikenal sebagai energi bersih dan ramah lingkungan karena proses di dalam PLTN tidak menghasilkan emisi gas CO2 sehingga diharapkan berkontribusi besar dalam mengurangi pemanasan global. Pemanasan global meningkatkan suhu bumi 1,2°C sejak revolusi industri.
Untuk mencegah dampak buruk, diperlukan pengurangan energi fosil menuju net zero emission. Energi nuklir dan terbarukan diharapkan menjadi alternatif efektif menggantikan fosil, penyumbang utama emisi CO2.
Meski memiliki banyak potensi, energi nuklir juga menyimpan risiko yang tinggi. Pembangunan PLTN membutuhkan investasi finansial besar dan waktu lama. Biaya pembangunan PLTN bisa tiga kali lipat dari pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Selain itu, Indonesia yang sebagian wilayahnya terlintasi ”ring of fire” membuat keberadaan PLTN harus siap bila sewaktu-waktu ”diganggu” aneka terjadinya bencana alam, gempa, tsunami, dan erupsi gunung berapi.
Risiko terbesar yang paling ditakutkan dari PLTN adalah radiasi nuklirnya. Radiasi nuklir bersifat layaknya ”hantu”, tidak terlihat tetapi mengintai. Radiasi nuklir tidak berbahaya ketika dalam situasi normal.
Namun, jika terjadi kecelakaan PLTN sehingga membuat zat radioaktif bocor ke udara, dampaknya bisa berbahaya bagi manusia, lingkungan, serta flora dan fauna di sekitarnya.
Dosis radiasi yang memapar manusia dihitung dalam satuan sievert (Sv). Paparan radiasi manusia sebaiknya tidak lebih dari 1 miliSievert per tahun atau 10 mikroSievert per jam. Jika terpapar dosis radiasi hingga 100 miliSievert, seseorang berpotensi terkena penyakit kanker tiroid, paru, leukemia, dan penyakit lainnya.
Sebagai ilustrasi, saat kecelakaan PLTN Chernobyl 1986, dosis radiasi yang dilepaskan dan memapar wilayah Pripyat (radius 30 km) mencapai 1.000–5.000 miliSievert atau setara dengan 10–50 kali risiko terkena kanker.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: